JAKARTA, Harnasnews – Sejumlah proyek pembangunan jalan tol di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo diduga banyak kerawanan di tata kelola dalam penyelenggaraannya. Bahkan proyek-proyek tersebut berpotensi merugikan keuangan negara.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam agenda penyampaian hasil Kajian Pencegahan Korupsi bertajuk Tata Kelola Penyelenggaraan Jalan Tol pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), beberapa waktu.
Pihaknya menilai masih terdapat beberapa permasalahan mulai dari proses persiapan, pelelangan, pendanaan, konstruksi, operasi pemeliharaan hingga pengambilalihan konsesi.
Tercatat dari 201 Proyek Strategis Nasional (PSN), 54 (27%) di antaranya merupakan proyek jalan tol. Ghufron berpesan agar Kementerian PUPR dapat memperbaiki tata kelola penyelenggaraan jalan tol di Indonesia.
“Kajian ini menemukan titik-titik mana saja yang perlu ditingkatkan efektivitas dan efisiensinya. Ketika dua poin ini dijalankan, harapannya tidak ada titik rawan korupsi,” kata Ghufron dalam pernyataan resminya.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menjelaskan dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir pembangunan panjang jalan tol di Indonesia meningkat drastis. Data KPK mencatat setidaknya total panjang jalan tol tersebut mencapai 2.923 km-yang mencakup 33 ruas jalan tol–dengan rencana investasi sebesar Rp593,2 triliun.
Namun demikian, terdapat empat fakta pada penyelenggaraan jalan tol yang harus segera dibenahi oleh Kementerian PUPR. Pertama, terlambatnya proses pembangunan jalan tol yaitu 43% ruas jalan dengan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) sebelum tahun 2015 belum beroperasi penuh dan 64% ruas dengan PPJT 2015 s.d 2022 juga belum beroperasi penuh.
Kedua, terjadi peningkatan biaya konstruksi sebesar Rp55 triliun atau 33% dari rencana awal. Terdapat 34 ruas jalan tol yang mengalami perubahan biaya konstruksi di luar pengurangan seksi ruas jalan tol. Ketiga, 20 dari 56 (35,7%) ruas jalan tol mengalami perpanjangan masa konsesi.
Keempat, pengalihan saham pengendali Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebelum waktu pembangunan selesai. Contohnya, ruas jalan tol Kayu Agung Kapal Betung, Ciawi-Sukabumi, Cimanggis-Cibitung, Pejagan-Pemalang, dan Pemalang-Batang.
“Kita harap sesudah ini akan ada rencana aksi perbaikan apa yang harus dilakukan bersama. Kita harap rekomendasi yang diberikan dapat dijalankan agar menutup potensi kerugian keuangan negara yang berasal dari korupsi,” ujar Pahala.
Selain itu, Kepala Satuan Tugas Direktorat Monitoring KPK Juliawan Superani juga menjelaskan, kajian KPK telah memotret enam permasalahan utama dari penyelenggaraan jalan tol, yang perlu segera ditangani bersama oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.
Pertama adalah tidak akuntabelnya perencanaan pembangunan. Perencanaan jalan tol masih diatur melalui SE Direktur Jenderal Bina Marga No. 16/SE/Db/2020 tentang Juknis Perencanaan Jalan Tol. Padahal, berdasarkan PP No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol, Pasal 10 ayat (1) menjelaskan kebijakan perencanaan jalan tol disusun dan ditetapkan oleh menteri setiap lima tahun sekali dan dapat ditinjau kembali.
Permasalahan kedua, KPK mendeteksi lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan. Temuan ketiga adalah adanya dominasi investor jalan tol yang merangkap sebagai kontraktor. Keempat, lemahnya pengawasan pengusahaan jalan tol.
Kelima, belum adanya pengaturan detail atas lanjutan kebijakan pengusahaan jalan tol. Keenam adalah tidak semua BUJT membayarkan dana bergulir dan pengadaan tanah jalan ke pemerintah.
Kondisi ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dalam memastikan pelaksanaan kewajiban pembayaran BUJT. Terdapat 12 BUJT yang belum mampu mengembalikan dana BLU sebesar Rp4,2 triliun dan delapan di antaranya belum dapat menyelesaikan pembayaran pada 2024.
Keenam, terkait pembayaran terhadap nilai tambah bunga dana bergulir sebesar Rp394 miliar yang merupakan pendapatan negara. Akibatnya, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp4,5 triliun.
Atas sejumlah temuan permasalahan tersebut, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi perbaikan. Di antaranya adalah perlunya menyusun kebijakan perencanaan jalan tol secara komprehensif dan menetapkannya melalui Keputusan Menteri.
KPK juga merekomendasikan penggunaan Detail Engineering Design (DED) sebagai acuan pelaksanaan lelang pengusahaan jalan tol. Selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi atas substansi PPJT serta meningkatkan kepatuhan pelaksanaannya.
Evaluasi juga direkomendasikan KPK atas PerMen PUPR No. 1 Tahun 2017 jo. No. 3 Tahun 2021, terkait persyaratan dan penilaian kemampuan calon peserta lelang agar dapat menjaring lebih banyak investor yang berkualitas dari berbagai sektor
KPK merekomendasikan perlunya menyusun regulasi tentang benturan kepentingan di lingkungan BPJT. Selanjutnya, perlu pula disusun peraturan turunan UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan Tol terkait teknis pengambilalihan konsesi dan pengusahaan jalan tol pasca berakhirnya hak konsesi. Dan rekomendasi terakhir berdasarkan kajian KPK adalah perlunya dilakukan penagihan dan memastikan pelunasan pengembalian pinjaman dana bergulir pengadaan tanah dari BUJT.
Apa Kata Menteri PUPR?
Melansir CNBC, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan apresiasi terhadap kajian yang dilakukan oleh KPK. Menurutnya, kajian ini merupakan petunjuk bagi lembaganya untuk melakukan perbaikan tata kelola untuk menambah titik-titik rawan tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan jalan tol.
Basuki berkomitmen agar segera mengumpulkan segenap stakeholder terkait untuk membahas dan menjalankan hasil rekomendasi yang diberikan oleh KPK. Di sisi lain, Basuki menjelaskan bahwa dalam dua tahun terakhir, ia telah meminta pejabat Eselon 1 Kementerian PUPR untuk mereviuw seluruh kebijakan yang dianggap bolong untuk diperbaiki.
“Tata kelola di dalam ini akan segera kami evaluasi dan jika ada tumpang tindih akan segera diperbaiki. Kita sudah membuat peraturan untuk mengklirkan tupoksi antara DJBM, DJPI, dan BPJT. Kami usulkan dan semoga cepat disetujui,” ujarnya. ***