SARA menjadi ancaman nasional yang perlu diantisipasi, dimana kasus SARA yang sering mengemuka antara lain sentimen keagamaan, konflik antar etnis, rasisme terhadap etnis tertentu, situasi di Papua maupun konflik antara Syiah dan Sunni.

Dia menilai, isu sensitif tersebut menjadi ancaman serius karena dapat menimbulkan konflik horizontal.

Tak hanya itu, serangan siber juga masuk dalam daftar ancaman nasional. Ancaman siber menjadi hal yang sulit dihindari di tengah masif-nya penetrasi internet. Terlebih, pemahaman mengenai keamanan siber masyarakat Indonesia masih perlu terus dilakukan pembenahan.

“Serangan peretas yang terus terjadi berpotensi menghambat digitalisasi ekonomi dan rentan memicu pesimisme publik terhadap program revolusi industru 4.0 yang saat ini terus dioptimalkan pemerintah,” papar Wawan.

Oleh karena itu, BIN sebagai lini terdepan sistem keamanan nasional terus mengoptimalkan deteksi dini dan cegah dini.

“BIN terus mengoptimalkan patroli siber selama 24 jam untuk memonitor narasi yang berpotensi menggiring opini publik terkait berita negatif dan hoaks terkait kinerja pemerintah di bidang sistem keamanan nasional di medsos,” ujarnya, dilansir dari antara.

Selain itu, sesuai UU Nomor 17 tahun 2011, BIN terus mengoptimalkan berbagai operasi dan intelijen termasuk melaksanakan koordinasi dengan kementerian atau lembaga yang berwenang mengenai penguatan sistem keamanan nasional ini.

“BIN terus merangkul berbagai tokoh agama, adat, pelaku sejarah, jurnalis, dan kalangan pemuda untuk bersama-sama mendukung program nasional,” ujar Wawan Purwanto.

BSSN, Polri, dan Kemenkominfo dan instansi lain terus memaksimalkan patroli siber guna meredam dan menindak penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah di medsos.(qq)