
“Bahwa berlakunya Pasal 201 ayat 7 UU 10/2016 yang secara normatif membatasi masa jabatan bupati dan wakil bupati tidak lagi selama lima tahun sebagaimana Pasal 60 UU 23/2014 dan Pasal 162 ayat 2 UU 10/2016 sehingga tidak memiliki landasan konstitusional dan bertentangan dengan prinsip kepastian hukum,” ujar kuasa hukum para pemohon, Erasmus D Kulape, dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan secara daring, Selasa (8/3).
Di sisi lain, Hakim MK Arief Hidayat berpendapat, tidak ada aturan secara eksplisit dalam konstitusi yang menyatakan masa jabatan bupati dan wakil bupati adalah lima tahun. Masa jabatan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang, baik untuk keadaan normal maupun khusus.
Menurutnya, dalam keadaan normal, UU mengatur masa jabatan kepala daerah ialah lima tahun. Namun, dalam kondisi khusus untuk keserentakan Pilkada 2024, masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 dikurangi karena berakhir pada 2024.
“Apakah itu salah? Kalau menurut pemohon itu salah, tidak memberikan jaminan kepastian hukum, tolong dibangun narasi konstruksi hukum bahwa itu betul-betul merugikan dan itu tidak mengandung jaminan kepastian hukum,” kata Arief.(qq)