JAKARTA, Harnasnews – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Mustafa M Radja berkomitmen untuk memperjuangkan nasib warga kampung nelayan RT 001 Kelurahan Pluit dan Penjaringan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara yang hingga saat ini belum mendapatkan sertifikat atas tanah miliknya.
Padahal, kata Mustafa, berdasarkan data yang didapat dari Ketua RW 001 bahwa tanah yang dihuni oleh 572 kepala keluarga (KK) itu pada tahun 1978 diperoleh melalui transaksi jual beli dari Suku Dinas Perikanan DKI Jakarta. Namun saat ditingkatkan kepemilikan status tidak bisa dilakukan, lantaran pihak Pemprov DKI sendiri mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan aset Pemda.
Caleg Golkar Dapil Jakarta III ini mengatakan, kehadirannya di Kampung Rumah Kaleng RT 001 kelurahan Pluit ini atas inisiasi dari Pemuda Kreatif Elit Kaleng yang diketuai oleh Eka Aryanto. Banyak anak-anak muda di kampung tersebut memiliki kreativitas dalam rangka menggali potensi pemuda yang ada di pemukiman nelayan.
Namun sayangnya di tengah giatnya anak-anak muda dalam rangka memajukan kampungnya, terusik oleh persoalan tanah miliknya yang konon kabarnya bakal dijadikan pemukiman komersial.
“Oleh karenanya saya merasa tergerak dan kebetulan saja di lokasi ini tempat saya dibesarkan. Untuk itu saya sengaja meminta kepada Ketua Komisi II DPR RI Bapak Ahmad Dolly Kurnia untuk hadir dan mendengarkan keluhan warga. Sebab komisi II merupakan mitra kerja kementerian ATR/BPN. Dan Alhamdulillah beliau berkenan hadir dan bersedia menampung aspirasi dari masyarakat,” ujar Mustafa baru-baru ini.
Sementara itu Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Dolly Kurnia Tanjung mengakui bahwa persoalan tanah yang serupa seperti halnya dialami oleh warga kampung Elit Kaleng bahkan di seluruh Indonesia kerap ia temukan.
“Memang pemerintah sendiri dalam mengatasi persoalan tanah yang seperti dialami warga kampung nelayan menawarkan jalan keluar. Seperti jika status tanah itu terus menemui jalan buntu maka dikeluarkan HPL supaya memenuhi asas hukum, jika dipakai oleh warga maka dikeluarkan HGB. Nah ini mungkin jalan tengahnya agar memenuhi asas keadilan, meski belum tentu juga semua warga itu setuju dengan penawaran tersebut,” ujar Dolly yang juga politisi Golkar saat memberikan keterangan kepada warga Kampung Nelayan Rumah Kaleng belum lama ini.
Menurut Dolly, keberatan warga tentu memiliki alasan, sebab ketika dikeluarkan HPL dan HGB, sementara ketika pergantian kepala daerah kemudian ada pihak ketiga yang memiliki kepentingan dengan lokasi tanah tersebut dan Pemda lebih diuntungkan maka akan terjadi penolakan dari warga. Sebab warga sendiri dalam mendapatkan tanah tersebut melalui proses panjang, di antaranya dengan menyicil.
Terkait dengan persoalan status tanah warga kampung nelayan RW 001, Dolly menyatakan bahwa pihaknya akan mengawal dan sesegera mungkin melakukan pengecekan ke pihak BPN.
“Yang penting data-data yang dimiliki oleh 572 kepala keluarga diantaranya bukti cicilan agar dikumpulkan. nanti akan kami pelajari dan menanyakan langsung kepada Kementerian ATR/BPN terkait dengan persoalan kepemilikan tanah warga kampung nelayan di Rumah Kaleng ini. Sehingga warga memiliki kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya,” jelasnya. (*)