JAKARTA, Harnasnews.com – Siapapun calon presiden yang akan datang diprediksi bakal menghdapi tantangan yang berat. Sebab kondisi Ipoleksosbud Hankamnas saat ini dinilai belum stabil. Untuk itu, presiden yang akan datang tidak hanya harus kompeten dan profesional tetapi juga visioner dan demokratis.
Direktur eksekutif center for public policy studies (CPPS) Bambang Istianto menilai jika Pilpres tahun 2024 jadi dilaksanakan dan kebijakan treahold 20 % tetap diberlakukan, maka partai besar seperti Golkar, PDIP dan Gerindra memiliki peluang untuk mengusung kadernya pada Pilpres mendatang.
Sedang partai menengah kebawah, kata Bambang, akan mengikuti apa yang ditetapkan oleh ketiga partai tersebut. Kendati berdasarkan hasil survei bahwa nama Arlangga Hartarto, Prabowo Subianto dan Puan Maharani masihketinggalan jauh dari Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, tapi suka atau tidak suka keduanya tidak memiliki keweangan dalam menentukan arah kebijakan partai.
“Meski ada sejumlah nama yang muncul berdasarkan survei sebagai capres misalnya Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil yang memiliki dua digit prosentasenya, namun ketiganya belum tetntu didukung oleh partai politik. Kecuali skenario pencapresan nanti menjadi tiga pasang calon,” ungkap Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/8/2021).
Menurut dia, dari ketiga sosok tersebut yang menarik diamati yaitu Ganjar Pranowo, meskipun secara resmi kader PDIP, tetapi para pengamat memastikan Ganjar tidak akan diusung oleh PDIP namun gerakan dan manuvernya mendapat dukungan relawan yang terus menggelinding trendnya membesar. Karena itu siapapun kandidat presiden jika menggandeng Ganjar berpeluang besar akan menjadi menduduki kursi satu.
“Misalnya jika Erlangga Hartarto sebagai Capres dan Ganjar Pranowo Cawapresnya akan menjadi duet maut. Erlangga Hartarto yang didukung oleh Golkar sebagai pemenang pemilu kedua merupakan sosok teknokrat yang profesional dalam mengurus pemerintahan dan negara. Di samping itu para elit Golkar juga selama 30 tahun mengawal orde baru yang hasil pembangunan saat ini masih dirasakan. Sedang sosok Ganjar disamping berpengalaman mengurus pemerintahan di daerah Jawa Tengah didukung kuat oleh arus bawah dan akar rumput yang selama bernaung di PDIP,” ujar Bambang.
Faktanya, lanjut Bambang, meskipun mulai disingkirkan oleh PDIP tapi gerbong PDIP di akar rumput tidak sedikit yang akan tetap setia mendukung Ganjar, sebagai indikasinya dukungan relawan tersebut yang terus menggelinding ke seluruh Indonesia.
“Duet maut ini ini kan menjadi harapan publik mampu melakukan perubahan fundamental yang lebih masif. Selama ini masyarakat dan banyak kalangan menilai era orde baru berhasil membangun tatanan masyarakat yang lebih modern tetapi gagal dalam memakmurkan dan menegakan keadilan,” tambang Bambang.
Bambang mengatakan, pengalaman tersebut tentunya menjadi cambuk bahwa model dan pardigma pembangunan masa lalu yang sampai saat ini era reformasi di take over modelnya yakni neo liberalisme harus ditinggalkan. Terbukti menghadapi pandemi covid 19 kebijakannya dinilai kedodoran.
“Artinya pusaran kuat ketergantungan dengan kekuatan asing yang masih menggurita presiden yang akan datang harus mampu melepaskan diri dari gurita tadi. Pemikiran baru harus menjadi landasan utama dalam menggerakan roda pemerintahan. Target tahun 2045 Indonesia menjadi lima negara besar dunia yang berdaulat harus menjadi visi dan misinya presiden yang akan dating,” ungkap Wakil Ketua Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara ini.
Selain itu, kata Bambang, lingkungan global sedang mengalami disruption. Meskipun Amerika Serikat masih tetap sebagai negara super power dan polisi dunia, tetapi saat ini AS sedang menghadapi kondisi dalam negeri yang kompleks. Di lain pihak perang dagang dengan Cina masih terus berlangsung dan bahkan perang militer bisa saja terjadi dalam memperebutkan wilayah laut Cina Selatan.
Bambang berpandangan, situasi global yang fluktuatif tersebut sebenarnya saat yang tepat menegakan kedaulatan negara dan pemerintahannya. Oleh karena itu duet Erlangga- Ganjar diharapkan dapat menghadapi tantangan di tengah situasi global.
Di antaranya melalui ide-ide yang ditawarkan, seperti bagaimana dapat mengatasi kegagalan kapitalisme global. Yakni meninggalkan aliran ekonomi klasik. Karena itu dapat menjadi pertimbangan agar model pembangunan yang pernah diterapkan di Jerman dan Jepang akibat kalah perang, diadopsi oleh Cina. Sehingga belakangan ini ekonomi negara tirai bambambu itu melejit seperti roket.
“Nah pasangan Capres mendatang diharapkan dapat menerapkan model pembangunan berbasis modern monetary teory. Namun demikian, model pembangunan tersebut tetap pada konstitusi dasar UUD 1945 dan Pancasila,” tandasnya. (red)