“Menurut saya karakteristiknya saat ini memang RKUHP menyerap amanah dari Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945 mengenai nilai-nilai agama, moral, dan ketertiban umum,” ujar Nicky kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Apabila melihat KUHP yang dibuat pada tahun 1915, menurut dia, nilai inti yang ingin dilindungi adalah liberalisme. Sementara itu, dalam RKUHP saat ini melindungi nilai-nilai agama, moral, keberagaman ras, suku, golongan, serta ketertiban umum dan keamanan.
Salah satu contohnya terdapat pasal yang mengatur sanksi pidana untuk kasus penodaan agama pada Pasal 302 RKUHP.
Pasal itu menyebutkan setiap orang di muka umum yang melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, menyatakan kebencian atau permusuhan, atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, kepercayaan, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
“Lalu bagaimana keberagaman ras, golongan, dan suku juga dilindungi dalam RKUHP?” tanyanya.
Nicky menyebutkan Pasal 242 yang menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.
“Saya melihat bahwa isu-isu yang sangat sensitif di Indonesia terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal ini memang yang harus dijaga keseimbangannya antara kebebasan di satu pihak dan kebebasan di pihak lain jangan sampai menjadi saling menyakiti dan menyerang,” kata pengamat politik tersebut.