Daya Beli Masih Muram, Industri Suram
- Memastikan harga energi kompetitif dengan memberikan keringanan bagi industri untuk membayar listrik dan penyaluran Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sesuai dengan volume yang ditetapkan.
- Menurunkan biaya logistik melalui penurunan tarif tol khusus bagi kendaraan logistik
- Mengevaluasi kebijakan lartas dan perlindungan pasar domestik;
- Menurunkan pungutan dan iuran yang dibebankan kepada perusahaan serta mendorong pemberantasan pungutan liar yang marak terjadi;
- Mendorong penyaluran kredit bagi industri manufaktur dan mendirikan lembaga penjaminan investasi khusus bagi proyek-proyek hilirisasi.
Sementara itu, Ekonom CITI INDEF, Dzulfian Syafrian, menyoroti peran belanja pemerintah yang selama ini juga menjadi salah satu motor utama penggerak ekonomi.
“Dengan adanya kebijakan efisiensi belanja pemerintah hari ini, maka beban untuk menjaga pertumbuhan ekonomi harus dialihkan ke sektor swasta. Masalahnya, apakah kemudahan berusaha, situasi industri, iklim investasi, dan kebijakan insentif sudah cukup mendorong swasta untuk berperan lebih besar? Tanpa kebijakan yang lebih progresif dan konkret, pertumbuhan di atas 5 persen apalagi cita-cita 8 persen ini bisa jadi utopis,” tegasnya.
Selain itu, INDEF juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur yang berperan sebagai
pencipta lapangan kerja berkualitas pada 2024 hanya tumbuh sebesar 4,43 persen.
Hal ini menegaskan bahwa sektor industri masih menghadapi berbagai kendala struktural. Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal (PMA dan PMDN) selama triwulan IV-2024 mencapai Rp452,8 triliun, meningkat sebesar 23,8 persen (y-on-y).
Namun, peningkatan investasi ini belum sepenuhnya terserap ke sektor produktif yang berkontribusi langsung pada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan daya saing industri domestik.
Perkembangan ekspor dan impor juga mencerminkan ketidakseimbangan dalam ekonomi Indonesia. Nilai ekspor barang pada triwulan IV-2024 mencapai USD71,88 miliar, meningkat 8,04 persen (y-on-y),sementara nilai impor barang mencapai USD62,79 miliar, meningkat 9,46 persen (y-on-y).
Defisit perdagangan barang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih bergantung pada impor bahan baku dan barang modal yang mencerminkan lemahnya kapasitas industri dalam negeri.
INDEF mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dan membuat pembangunan menjadi lebih berkualitas dan inklusif.
Kebijakan yang hanya berorientasi pada angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kualitasnya akan menjadi bumerang di masa depan.
Oleh karena itu, langkah-langkah strategis untuk menguatkan daya beli masyarakat, Mendorong peran swasta, menarik investasi produktif, serta memperbaiki iklim bisnis harus menjadi prioritas utama pemerintah ke depan. (Red)