Dengan Strategi Bisnis Inovatif, Dirut PT Amarta Karya (Persero) Siap Bawa Perusahaan Take-Off
JAKARTA, Harnasnews.com – Pandemi Covid-19 yang mulai melanda negeri ini sejak Maret 2020, mengakibatkan krisis di hampir semua sektor industri di negeri ini. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu segmen industri yang paling merasakan dampak buruk dari adanya pandemi ini.
“Dampak ekonomi akibat pandemi bukan hanya kami yang merasakan, semua perusahaan BUMN lainnya juga ikut terdampak, termasuk supply chainnya,” ungkap Dirut baru PT Amarta Karya (Persero), Nikolas Agung SR, dalam acara penandatanganan MoU dengan salah satu developer kawasan hunian apartement di Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Dalam rangka untuk percepatan pemulihan kondisi ekonomi nasional, pemerintah Joko Widodo mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur yang cukup besar untuk tahun anggaran 2021 melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Anggaran tersebut besarnya hampir mencapai Rp 150 T.
Keputusan alokasi anggaran tersebut tentunya merupakan angin segar bagi pelaku usaha disektor jasa konstruksi infrastruktur termasuk bagi PT Amarta Karya (Persero).
Nikolas menilai keputusan alokasi anggaran tersebut merupakan peluang yang sangat baik bagi perseroan dan merupakan momen yang pas bagi PT Amarta Karya (Persero) untuk mulai bangkit kembali. Suatu kesempatan yang sangat baik untuk kami mulai bangkit dan tidak akan kami sia siakan, imbuh Nikolas.
Namun demikian, melihat kondisi perseroan di masa lalu, tentunya bukan hal yang mudah bagi perseroan untuk dapat menangkap dan menkonversi peluang besar tersebut menjadi keuntungan bagi perusahaan. “Dengan mempertimbangkan segala keterbatasan perseroan di masa lalu, maka diperlukan strategi bisnis yang inovatif dan efektif untuk memaksimalkan peluang tersebut,” ucap Nikolas.
Dalam hal ini Nikolas menyampaikan bahwa kemitraan strategis (Strategic Partnership) dengan berbagai pihak terkait merupakan salah satu strategi kunci yang akan dilakukan oleh perseroan untuk dapat menangkap dan mengkonversi peluang yang ada tersebut.
Lebih lanjut Nikolas menjelaskan bahwa setidaknya ada 5 pihak yang menjadi bagian dari strategic partnership yang akan dijalankan oleh perseroan, yaitu kemitraan dengan Technology Provider & Manufacturers, Suppliers & Subkontraktor, Other EPC Companies, dan Financial Institutions dan Investors, dan bahkan kemitraan strategis dengan pelanggan.
Dengan business model yang tepat, maka pihak pihak tersebut dapat diracik menjadi sebuah kekuatan yang efektif untuk menangkap dan mengkonversi peluang yang ada.
Nikolas juga menyampaikan bahwa kondisi lingkungan bisnis yang ada saat ini memaksa perseroan untuk bertransformasi. “Selama ini kehidupan perseroan bergantung dari tender ke tender, dengan berbagai keterbatasan diaspek komersial maupun aspek teknis, maka kemampuan perseroan untuk menangkap peluang bisnis pun menjadi terbatas,” katanya.