Kediri,Harnasnews.Com – Jumlah penduduk miskin di Indonesia turun 1,8 juta jiwa dalam kurun waktu Maret 2017 hingga Maret 2018.
Hal ini mengemuka dalam Dialog Nasional PKH Indonesia Maju yang berlangsung di Pendopo Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, Rabu (18/7). Dialog ini menghadirkan narasumber Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Kementerian Sosial RI Harry Hikmat, Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Achsanul Qosasi, Anggota VI BPK RI Harry Azhar Azis, Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Sarmuji.
Dirjen Linjamsos menjelaskan pada September 2017 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen), berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 yang sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen).
Kemudian, lanjutnya, BPS kembali merilis jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang sekitar 630 ribu orang menjadi 25,95 juta orang pada Maret 2018.
“Capaian ini menurut BPS disebabkan antara lain bansos tunai meningkat 87,6 persen. Jumlah penerima PKH tahun 2017 sebanyak 6 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan meningkat hingga 10 juta KPM tahun 2018. Pada tahap I bulan Februari dan tahap II bulan Mei telah disalurkan tepat waktu sebanyak 97%. Begitu juga penyaluran program beras sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) pada kuartal I 2018 sekitar 95% telah dilaksanakan sesuai jadwal,” terang Dirjen.
Untuk itu, lanjutnya, ia meminta kepada SDM PKH yang bertugas di lapangan memastikan program pengentasan kemiskinan yang telah berjalan sejak tahun 2007 ini berjalan dengan baik dan efektif.
“Saya minta langkah Pendamping PKH harus ada target. Pastikan kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS) berlangsung paling sedikit 1 minggu sekali secara efektif, pastikan bansos yang diterima dimanfaatkan untuk pemenuhan gizi keluarga, biaya kebutuhan pendidikan anak-anak, dan tambahan modal usaha ekonomi produktif dan biaya perawatan lanjut usia dan disabilitas berat yang tinggal bersama KPM PKH. Indeks bansos PKH 1,89 juta per tahun memang tidak besar hanya menambah 8% dari pengeluaran konsumsi perkapita. Idealnya antara 25 sampai dengan 40%”, paparnya.
Selain itu, lanjutnya Pendamping PKH juga harus memastikan penerima PKH mendapat Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau Beras Sejahtera (Rastra), sertifikat tanah secara gratis, mendapatkan bantuan pemberdayaan ekonomi (KUBE, KUR, KUT, dll), rumahnya dipugar agar layak huni, bayar listrik bersubsidi dan mendapatkan LPG 3 kg. Penyaluran bansos secara terintegrasi inilah sebenarnya faktor kunci yang mempunyai daya ungkit meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Bila satu keluarga sudah mendapatkan beragam bansos, subsidi pemerintah dan diberdayakan secara ekonomi produktif, nanti akan bisa kita lihat hasilnya dalam tiga sampai lima tahun. Indikator keberhasilannya adalah terjadi perubahan sikap dan perilaku KPM PKH yang akan mengarah pada kemandirian dan adanya peningkatan produktivitas secara ekonomi,” katanya.
Jadi, lanjutnya, tidak benar kalau ada anggapan bahwa penurunan angka kemiskinan adalah semu karena pemerintah mengandalkan bansos. Transfer ke masyarakat, ya pakai mata anggaran bansos, tapi ada sistem dan mekanisme yang dibangun dengan pendekatan dan metode pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial. Bukti nyata silakan cek ke lapangan bagaimana Family Development Session dilakukan secara rutin,” tandas Harry Hikmat.
Harry menjelaskan PKH sebanyak 10 juta KPM dengan Pendamping sebanyak 40.225 orang, dapat dipastikan mendorong keluarga penerima manfaat PKH menjadi sejahtera sehingga keluar dari perangkap kemiskinan. Tahun 2017 ada 320.000 KPM yang telah naik kelas graduasi sejahtera mandiri. Selain itu PKH mendorong kreativitas keluarga dalam meningkatkan produktivitasnya. Lebih dari 80% ibu penerima PKH sekarang telah menjadi pelaku usaha ekonomi produktif, sehingga dapat mengurangi kesenjangan antar kelompok pendapatan. PKH juga Menendorong keluarga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menurunkan angka gizi buruk dan stunting 37% serta mencegah putus sekolah lebih dari 95%.
“Jadi PKH ini bukan sekedar
bansos yang sifatnya karitatif seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), tapi PKH merupakan bansos bersyarat atau dikenal sebagai Conditional Cash Transfer (CCT) yang menjadi instrumen yg telah terbukti efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat di 72 negara di dunia,” tegasnya.
Dirjen optimistis program ini akan terus memberikan kontribusi positif dalam upaya pengentasan kemiskinan. Terlebih pada tahun 2019 akan ada penambahan anggaran bansos PKH, sesuai dengan arahan Bapak Presiden dalam berbagai rapat kabinet maupun pada saat kunjungan kerja ketika penyaluran PKH. Rencananya indeks bantuan sosial bagi 10 juta KPM PKH akan dinaikan signifikan dari Rp15,4 triliun pada tahun 2018 menjadi Rp32 triliun pada tahun 2019. Untuk menajamkan sasaran yg akan dicapai maka bansos diberikan bervariasi sesuai dengan beban tanggungan keluarga.
Dukung PKH
Sementara itu di tempat yang sama Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sarmuji mendukung rencana kenaikan anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun 2019 menjadi Rp32 triliun dengan catatan disalurkan tepat sasaran dan sesuai tujuan program.