DPP Golkar Waspadalah
Lazim dan sudah menjadi dinamika tak aneh. Itulah upaya memperebutkan posisi puncak fungsionaris dalam partai politik (parpol). Sebuah renungan, apakah Golkar akan terjadi gerakan sistimatis untuk agenda penggapaian kursi Ketua Umun Pohon Beringin dengan irama konfliktual?
Jawabnya, mengapa tidak. Sejarah konflik Golkar di tingkat DPP pernah terjadi dalam wajah dualisme kepemimpinan: Aburizal Bakrie versus Agung Laksono. Cukup melelahkan dan sempat mengakibatkan diatorsi di bawah, di level DPD I dan DPD II. Problem dualisme itu tentu memecah soliditas Pohon Beringin, dalam kaitan pilpres, apalagi pilkada. Yang perlu kita catat, apakah tragedi dualisme itu akan terulang?
Potensinya ada dan itu bisa terbaca dari manuver atau gerilya di antara elitis DPP ke berbagai wilayah dan daerah. Strategi pembelotan kader di level wilayah dan daerah itulah yang lagi dimainkan. Dalam hal ini jika kita cermati peran salah satu pengurus DPP yang saat ini tengah naik daun sedang menjalankan peran dekonstruksi soliditas Golkar di tingkat wilayah dan daerah.
Sosok kontroversi yang disebut-sebut terlibat kasus suap DAK dan e-KTP itu tampak sedang menancapkan pengaruhnya ke berbagai daerah. Targetnya adalah membangun investasi politik keberpihakan wilayah dan daerah agar kelak saat tergelar kontestasi politik nasional untuk pemilihan Ketua Umum, sehingga sosok itulah yang akan menguat di mata wilayah dan daerah.
Gerakan tokoh yang saat ini duduk di kursi strategis di DPR ini sudah menuai data faktual. DPD I Jawa Barat sudah dimainkan dan berhasil menempatkan kader pro pada dirinya yang tampil berkuasa. Kini, DPD Golkar Kota Bekasi juga sedang digarap.
Manuver yang dimainkan adalah mengganjal kader potensial (Ade Puspita) yang sedianya siap melanjutkan estafet kepemimpinan Pohon Beringin di Kota paling timur Jakarta itu.
Untuk memperkuat agenda itu, sosok yang sempat santer namanya dalam kasus korupsi mega proyek e-KTP itu tampak all out untuk memaksakan bonekanya, yakni caleg gagal dan belum jelas kapabilitasnya yang diduga dipaksakan untuk menjadi Ketua DPD Golkar Kota Bekasi.
Di mata tokoh tersebut, inkabilitas caleg gagal itu tak dipersoalkan. Tapi, satu hal penting adalah sang boneka itu sungguh bermakna nanti saat Golkar menyelenggarakan Munas yang beragendakan utama pemilihan Ketua Umun.