
Oleh: Nur Amalia Abbas, SH., MH
Selama ini saya ada di dunia eksekutif (pelaksana). Saya baru menyadari bahwa tugas peradilan demikian berat. Para hakim bukan hanya dituntut profesional, tapi juga integritasnya. Sementara, godaannya juga demikian besar. Lalu, bagaimana para hakim harus konsisten dengan penilaiannya yang diyakini benar, sehingga tepat pula pasal yang dikenakannya terhadap terdakwa atau pihak yang berperkara”, demikian simpulan Prabowo di hadapan para hakim, mulai dari institusi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi hingga Pengadilan Negeri belum lama ini.
Catatan Presiden Prabowo layak kita cermati. Pertama, merupakan kesadaran tentang medan berat yang dihadapi para hakim. Kedua, merupakan pengakuan terhadap profesi hakim yang mendedikasikan diri pada dunia penegakan hukum, melalui lembaga peradilan.
Sebagai praktisi peradilan, catatan Presiden Prabowo jangan hanya dilihat hanya semata-mata pujian. Tapi, justru lebih merupakan panggilan untuk menjaga marwah peradilan. Hal ini bisa dilakukan hanya dengan cara-cara profesional, berkecakapan, berintegritas dan tahan godaan apapun, bahkan termasuk harus berani menghadapi potensi ancaman. Semua itu harus menyatu pada diri seorang hakim di level manapun. Tentu, tidak mudah untuk menjaga seluruh aspek yang terkait marwah itu, apalagi menjurus ke ancaman personal dirinya, bahkan keluarganya. Benar-benar dipertaruhkan.
Kini, di era Presiden Prabowo, dunia penegakan hukum sedang dipertontonkan secara eksplosif. Perkaranya terkuak, dari kasus timah, pertamina, PLN bahkan sejumlah perusahaan BUMN lainnya. Keterkuakan ini tak lepas dari komitmen Presiden Prabowo untuk berantas korupsi. Yang memprihatinkan, kasusnya bukan hanya nilainya sangat fantastik. Tapi, melibatkan berbagai pihak penyelenggara negara, atau mantan pejabat tinggi negara dan keluarganya.
Maka, yang ditelisik adalah bukan semata-mata aspek material hukum yang diperkarakan, tapi “irisan” keterlibatan para petinggi negara atau sang mantan dan keluarganya. Sebagai hakim profesional, tentu sepakat untuk concern pada aspek materialnya. Tapi, konsentrasi penuh yang didasarkan profesionalisme tidaklah cukup. Sangat mungkin akan terjadi intervensi pihak eksternal untuk memplesetkan penerapan hukum dari ketentuan yang seharusnya. Maka, output peradilan terkena imbas negatifnya. Publik bisa keliru menilai.
Yang perlu kita catat, ada proses hukum dalam dunia peradilan. Diawali dari proses pertama di tingkat kepolisian, berlanjut ke kejaksaan, para hakim di tingkat pertama, bahkan hakim-hakim di wilayah praperadilan, sudah selayaknya telah mempersiapkan dari materi perkara yang telah berkembang. Setidaknya, ada tim riset untuk menghimpun data-data terkait terdakwa. Supporting system ini sungguh berperan strategis. Tenaga perisetnya perlu ditingkatkan jumlahnya, di samping kapasitasnya, terkait data yang bersifat kuantitatif, tapi juga kualitatif yang bersifat verbal. Diperlukan pengetahuan yang multi disipliner. Agar hasil risetnya terback up data valid.
Selanjutnya, Pengadilan Tinggi bahkan Mahkamah Agung sudah semestinya sudah mencermati pergerakan proses hukum itu. Semua itu untuk mencegah potensi ketidakakuratan dalam menilai, menganalisa dan akhirnya menerapkan pasal-pasal.
Sebagai manusia biasa, sangat mungkin tidak sempurna hasil putusannya. Itulah makna penting keberadaan jenang peradilan: ada Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, sebagai etape kelanjutan proses perkara, termasuk proses Peninjauan Kembali (PK). Hal ini semata-mata untuk kendapatkan bobot keadilan.
Kembali lagi ke persoalan inti, di zaman Presiden Prabowo, kian terkuak dunia korupsi yang nilainya fantastik. Juga melibatkan pejabat strategis negara. Pertanyaannya, apakah para hakim mampu menjaga prinsip-prinsip profesionalitas, integritas bahkan potensi godaan yang cukup menggiurkan?
Jawabnya hanya satu: semua prinsip itu harus dipegang teguh. Acuannya simpel. Landasan penguatnya adalah arahan Presiden Prabowo sebagai political will yang kuat. Kebijakan hukum zaman Presiden Prabowo ini menjadi rujukan komitmen besar untuk misi pembesihan dunia korupsi di jagad Indonesia ini. Karena korelasi dampaknya sangat serius. Yaitu, kemiskinan struktural yang memperlemah keberadaan bangsa kita. Ketidakladilan sosial-ekonomi ini harus disikapi tegas. Tentu, dengan bobot keyakinan para insan peradilan. Inilah tantangan besar dunia peradilan di zaman Presiden Prabowo.
Seluruh kinerja nyata lembaga peradilan di seluruh level akan dicatat sebagai tinta emas: sang pahlawan atau srikandi, meski beda medan tempurnya. Selamat bertugas wahai para sahabat hakim, di manapun berada. Juga, meski tidak mendapat “kavling” di Makam Pahlawan Nasional Kalibata – Jakarta kelak. Jika para guru kita kenal pahlawan tanpa tanda jasa, kita saksikan mereka bangga. Kita sebagai hakim juga selayaknya bangga dengan peran penegakan hukumnya.
Penulis: Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batang – Jawa Tengah.