Sudah bukan zamannya lagi hal yang mudah dibuat ribet dan ruwet.
Ada banyak hal yang mungkin dirasa buntu, ternyata bisa dengan mudah diperbaiki, dicarikan solusi, dan diselesaikan hingga tuntas.
Pemahaman ini merata di segala aspek kehidupan, mulai dari lingkup paling kecil yaitu komunikasi personal, urusan keluarga, rumah tangga pasutri, pendidikan anak, kesehatan fisik dan psikis, sistem dan cara kerja di sebuah lembaga atau instansi, komunitas pergaulan, norma masyarakat, hingga birokrasi pemerintahan.
Selalu ada jalan keluar atas setiap permasalahan atau kendala yang dirasa berat untuk dihadapi. Maka, sangatlah penting memiliki jiwa yang kuat dan mental yang tangguh sebagai bentuk pertahanan diri dalam menghadapi masalah.
Ada beberapa hal yang dapat menjadi penentu bagi seseorang, guna mencari akar permasalahan dan menemukan solusi pemecahan sebuah masalah.
Salah satunya adalah sebuah komunikasi yang efektif. Tidak semua hal yang dipikirkan begitu saja dilontarkan, tanpa melihat situasi dan kondisi di sekitarnya.
Komunikasi yang efektif berbicara tentang penyampaian pesan kepada orang yang tepat, di waktu dan tempat yang tepat pula. Tujuan informasi diberikan adalah agar penerima dapat memahami dan bisa mengerjakan sesuai yang diharapkan oleh pemberi pesan.
Komunikasi yang dilakukan secara efektif, tidak bermakna bias dan menimbulkan pertanyaan atau kesalahpahaman. Sebaliknya, komunikasi efektif tidak membutuhkan banyak waktu, tidak menyinggung perasaan, dan dapat diterima dengan baik.
Kedua adalah pengetahuan yang benar. Seseorang yang bijaksana dalam hal berilmu, tidak akan memberikan pengajaran atau membagikan ilmunya dengan sembarangan.
Sebaliknya, akan berhati-hati dalam menyampaikan dan menginformasikan hal-hal yang sudah diketahuinya.
Hal ini merupakan sikap bijaksana dalam membantu mereka menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi.
Hal penting selanjutnya adalah pengelolaan emosional yang baik.
Bagian ini menjadi poin yang sebaiknya tidak disepelekan begitu saja. Masalah akan bertambah runyam ketika emosi tidak dikelola dengan baik.
Pengelolaan emosional ini meliputi pengendalian pikiran, perasaan, dan kehendak. Emosi yang dapat dikelola dengan baik akan menghasilkan sebuah pemikiran yang matang, perasaan tenang, dan respon tepat untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan.
Merujuk pada komunikasi efektif, pengetahuan yang benar, dan pengelolaan emosional yang baik, sangat erat kaitannya dengan kebiasaan generasi muda saat ini. Salah satu ciri generasi muda yang akrab disapa Gen-Z ini adalah smart atau cerdas dan berbakat.
Sebagian besar anak muda zaman now memiliki kecerdasan dan keahlian begitu dahsyat.
Tidak sedikit dari mereka yang berpenghasilan dari hasil kerja otak dan asah keahlian mereka yang dilakukan secara terus menerus.
Mereka dengan keuletan tinggi melatih diri dan memperbaharui ilmu serta kemampuan yang mereka miliki.
Maka, tidak heran jika setiap hari ide-ide kreatif dan konten variatif kian bermunculan di berbagai media sosial.
Namun demikian, banyak di antara mereka yang masih memiliki keterbatasan dalam hal berkomunikasi secara efektif, cara mentransferkan ilmu pengetahuan secara benar, dan mengelola emosi dengan baik.
Gen-Z terbiasa berpikir cepat dan mengerjakan banyak hal yang dikuasainya dalam waktu singkat.
Hal ini berdampak pada ujaran atau bahasa komunikasi mereka yang cenderung juga ringkas dan tidak berbelit.
Mulai dari fast respon ketika membalas chat, menggunakan singkatan-singkatan dalam berkomunikasi secara lisan maupun tertulis, kurang sabar dalam memberikan tutorial secara manual, serta bahasa tubuh yang mungkin dianggap kurang santun bagi angkatan sebelumnya.
Contoh gaya komunikasi yang dianggap kurang tepat untuk dilakukan pada generasi sebelumnya, yaitu: memanggil nama dengan cara berteriak dari kejauhan, menepuk-nepuk bahu untuk memberi semangat, serta berpamitan dengan cara melambaikan tangan.
Gaya komunikasi tersebut dianggap baik bagi generasi muda sekarang, karena mereka saling memahami dan bisa menangkap maksudnya.
Namun, menjadi kurang efektif ketika diterapkan saat berkomunikasi dengan orang-orang yang berusia jauh lebih tua. Hal semacam itu dianggap tidak sopan dan kurang menghargai.
Ilmu dan pengetahuan para pemuda Gen-Z ini sebetulnya sangat kuat tertanam dan melekat di dalam benak.
Mereka terbiasa mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan sebelumnya, untuk mengatasi permasalahan yang harus dipecahkan.
Hal baik dari mereka adalah tidak segan untuk mencari dan menggali ilmu yang baru, namun kecenderungan mereka adalah enggan untuk membagikannya kepada yang lain.
Mereka merasa memiliki harga diri yang tinggi ketika ilmu dan kemampuan mereka terlihat bahkan dikagumi.
Semakin bangga ketika ilmu yang mereka miliki tidak dimiliki oleh yang lain.
Pemahaman yang benar sebagai pribadi baik adalah tidak hanya berilmu dan berwawasan luas, namun juga memiliki pengetahuan yang benar tentang ilmu yang sudah dimiliki.
Dengan pengetahuan yang benar, maka ilmu yang sudah didapat tidak hanya difokuskan untuk kepentingan diri sendiri.
Akan tetapi, dibagikan dan ditransferkan melalui ragam cara yang tepat kepada orang-orang yang membutuhkan ilmu tersebut.
Pengelolaan emosi khususnya para generasi muda saat ini cenderung masih labil.
Hal yang disenangi akan dikerjakan dengan hati riang dan tawa gembira, sedangkan yang tidak disukai tidak dikerjakan maksimal atau bahkan tidak dilakukan sama sekali.
Contohnya, mereka lebih suka membuat konten daripada merapikan kamar, memilih ngegame di gadget ketimbang membantu pekerjaan rumah, lebih menyenangkan penjelajahan di media sosial dibandingkan dengan menjaga adik.
Dua hal bertolak belakang ini sungguh menjadi parameter bagi Gen-Z dalam keseharian mereka.
Ketika ditegur, dinasihati, dan diberi masukan, tidak semua dari mereka yang mau menerima sebagai hal yang positif.
Ada yang diam dan hanya mengangguk, ada pula yang mendengarkan sambil pikirannya melayang, dan ada yang menyingkir karena tidak mau mendengarkan.
Sebagian dari mereka merasa tidak perlu mendapatkan nasihat, karena apa yang dilakukan bukan sebuah kesalahan dan tidak merugikan orang lain.
Gen-Z masih perlu belajar untuk mengelola emosi dengan baik.
Mereka cenderung mengerjakan sesuatu dengan berapi-api, namun ketika gagal akan menjadi marah dan mengumpat bermacam-macam.
Demikian pula ketika menghadapi permasalahan yang menyangkut kesalahan orang lain, tidak serta merta mencaci dan mengeluarkan perbendaharaan kata yang tidak seharusnya terucap.
Diperlukan banyak pertimbangan dan pemikiran yang matang untuk meluapkan amarah dan meminta pertanggungjawaban atas kesalahan orang lain yang mungkin merugikan dirinya.
Jika hal ini dilakukan, maka nantinya tidak akan menimbulkan sakit hati, perpecahan, dan berujung pada permusuhan.
Pada umumnya, generasi muda saat ini memang smart.
Mereka cerdas di bidangnya dan berbakat dengan keahlian masing-masing.
Namun di sisi lain, mereka masih perlu belajar untuk menjadi pribadi yang juga bermartabat.
Dalam hal ini, bermartabat diartikan sebagai sebuah karakter baik yang layak dihormati, diteladani, dan memiliki harga diri yang tinggi.
Untuk memiliki karakter yang bermartabat, maka seseorang harus dapat menghormati orang lain terlebih dahulu.
Bahwasannya setiap orang memiliki kemampuan yang tidak sama, perlu permakluman untuk sebuah kesalahan yang sudah dilakukan, dan juga kelebihan yang pantas untuk dihargai.
Seseorang yang bermartabat akan menjunjung tinggi hak asasi manusia, pemahaman fundamental yang menjadi pegangan hidup, serta memberikan apresiasi untuk sebuah pencapaian.
Generasi Z diharapkan tidak hanya smart, namun juga bermartabat.
Generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan memiliki gaya komunikasi efektif, pengetahuan yang benar, dan pengelolaan emosional yang baik. Generasi yang tidak egois dan hanya berfokus pada dirinya sendiri, akan tetapi bersedia berbagi dengan yang lain (available for sharing and caring to others).
Generasi yang tidak hanya berpengaruh terhadap komunitasnya, namun juga diterima oleh angkatan-angkatan sebelumnya.
Generasi yang berbicara hal-hal besar dibarengi dengan pembuktian berupa revival atau gebrakan yang besar pula. Generasi yang dapat membuktikan jati dirinya dengan tetap bersikap rendah hati.
Hal itu dikarenakan generasi Z memegang tongkat estafet sebagai penerus bangsa. Oleh karena itu, para generasi muda harus bangkit dengan paradigma baru sebagai generasi smart yang bermartabat. Salam hebat dan terus bersemangat!