Pangkalpinang,Harnasnews.com – Surat Keputusan atau SK yang dikeluarkan oleh Gubernur Bangka Belitung (Babel) selaku pemerintah daerah terkait pencabutan perijinan kegiatan pengerukan alur muara oleh PT Pulomas Sentosa di kawasan Air Kantung, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka dinilai tak berlaku alias ‘cacat hukum’.
Pernyataan ini disampaikan secara tegas oleh seorang saksi ahli, Dr Tri Haryati atau Praktisi Hukum Administrasi Negara dari Universitas Indonesia (UI) guna memberikan pendapat hukum di hadapan majelis hakim
saat persidangan gugatan antara PT Pulomas Sentosa dengan Gubernur Babel berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Babel, Senin (13/12/2021) siang.
Sidang lanjutan kali ini pun masih dipimpin oleh ketua majelis hakim Dr Syofyan Iskandar SH MH bersama anggotanya Alfonteri Sagala SH dan Rory Yolandi SH dan ramai dihadiri para pengunjung sidang termasuk awak media.
Di hadapan majelis hakim pun Hartati sempat mengatakan atau menurut pendapatnya jika SK pencabutan ijin kegiatan PT Pulomas Sentosa oleh Gubernur Babel selain cacat hukum juga dianggapnya merupakan pelanggaran.
Pernyataan yang disampaikan oleh praktisi hukum asal UI ini saat itu guna menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh penasihat hukum (PH) PT Pulomas Sentosa, Adistiya Sunggara SH & Partner yang menanyakan prihal batas waktu penyampaian atau pemberitahuan melalui SK Gubernur Babel tersebut saat sidang berlangsung.
“Apakah keputusan Gubernur Babel itu melanggar?,” tanya Adistya, sesaat itu Hartati pun menjawab jika SK Gubernur Babel terkait pencabutan ijin kegiatan perusahaan tersebut melanggar. “Iya jelas itu melanggar!,” tegasnya.
Di sela-sela tanya jawab berlangsung, Adistya pun sempat pula menanyakan perihal sanksi administrasi yang ditetapkan oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) sebagaimana adanya perpanjangan sanksi administrasi yang dikenakan kepada perusahaan (PT Pulomas Sentosa) namun belum berakhir, akan tetapi justru ada penyampaian sterhadap perusahaan untuk menghentikan aktifitas kegiatan pendalaman alur muara Air Kantung, Sungailiat.
“Semestinya pihak pemerintah daerah (Pemprov Babel — red) tidak serta langsung menyampaikan hal tersebut namun terlebih dahulu haruslah menunggu rekomendasi atau arahan dari Menteri (KLHK — red),” terang Hartati.
Selain Hartati, dalam sidang kali ini pun hadir para saksi lain (saksi dari pihak tergugat) yang hadir yakni ASN asal Pemprov Babel Suryo Edo, praktisi hukum asal PDKP Babel John Ganesa, Ketua Primkopal Lanal Babel Mayor (PM) Asep Saefulloh dan dua orang nelayan asal Sungailiat Hasanudin dan Rahman serta dua ASN lainnya Apryanto DLHK Provinsi Babel dan Suprianto Disperindag Provinsi Babel.
Sebagaimana diketahui terkait kasus PT Pulomas Sentosa ini Gubernur Babel Erzaldi Rosman sebelumnya telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Bangka Belitung Nomor 188.44/720/DLHK/2021 tentang pemberian sanksi administratif berupa pencabutan izin berusaha kepada PT Pulomas Sentosa.
SK yang dikeluarkan oleh Gubernur Babel tertanggal 3 Agustus 2021 dan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) nomor : 188.4/01/LHK/DPMPTSP/2021 tertanggal 23 Agustus 2021 tentang pencabutan Keputusan Kepala DPMPTSP Nomor : 188.4/131/LH/DPMPTSP/2017 tentang pemberian izin lingkungan kegiatan normalisasi alur, muara dan kolam Pelabuhan Perikanan Nusantara di Kabupaten Bangka oleh PT Pulomas Sentosa.
Usai mendengarkan keterangan saksi ahli ahli dari UI (Dr Tri Hartati), selanjutnya giliran ketua Primkopal Lanal Babel Asep Saefulloh dimintai keterangan oleh penasihat hukum Pulomas (Adistya Sunggara SH) soal kapan penanda tanganan kerja sama (MoU) antara pihak Primkopal Lanal Babel dengan Pemprov Babel terkait kegiatan pendalaman alur muara Air Kantung, Sungailiat.
“Seingat saya penanda tanganan itu di sini (di kantor Gubernur Babel – red),” kata Asep di hadapan majelis hakim.
Kembali Adistiya pun menanyakan perihal keberadaan bendera berlogo Primkopal Lanal Babel baru-baru ini terpasang di lokasi gundukan pasir kawasan muara Air Kantung, Sungailiat kepada Asep.
“Setelah menandatangani MoU itu pernah tidak saksi atau Primkopal menancapkan atau menanamkan bendera di titik koordinat (gundukan pasir dekat muara Air) yang diperjanjikan?,” tanya pengacara ini.
Mendengar pertanyaan itu Asep pun tak menampik jika dirinya memang mengetahui keberadaan bendera Primkopal di lokasi tersebut. Namun perwira TNI AL berpangkat Mayor ini mengaku bukan pihaknya yang memerintahkan pemasangan bendera Primkopal di lokasi itu.
“Yang memasang bendera Primkopal di lokasi itu mungkin inisiatif masyarakat di sana,” jawab ketua Primkopal Lanal Babel ini.
Ia pun menegaskan jika pemasangan sejumlah bendera pada sisi kiri-kanan dua gundukan pasir itu sama sekali tanpa konfirmasi ke pihaknya (Primkopal Lanal Babel), terlebih pada hari itu ia sendiri sedang ada kegiatan pengantaran rombongan Komisi II DPR RI ketika berkunjungan ke pulau Bangka.
Kembali Adistya menanyakan kepada saksi (Asep Saefulloh) perihal dokumen IUP yang dimaksudkan ketua Primkopal Lanal Babel tersebut.
“IUP apa saudara saksi maksudkan itu?,” tanya Adistya.
Sebelumnya Asep sendiri pun sempat mengakui terkait alur muara Air Kantung dan MoU dengan pihak Pemprov Babel pihaknya justru telah mendapatkan ijin usaha pertambangan (IUP).
Asep mencoba menerangkan perihal IUP yang dimaksudkannya itu, menurutnya IUP tersebut berupa ijin usaha penjualan yang dikeluarkan oleh Menteri Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal.
“Persetujuan Ijin Usaha Pertambangan untuk penjualan diberikan kepada Primer Koperasi Angkatan Laut,” terangnya.
Selain Hartati, dalam sidang kali ini pun hadir para saksi lain (saksi dari pihak tergugat) yang hadir yakni ASN asal Pemprov Babel Suryo Edo, praktisi hukum asal PDKP Babel John Ganesa termasuk dua orang nelayan asal Sungailiat Hasanudin dan Rahman serta dua ASN lainnya Apryanto DLHK Provinsi Babel dan Suprianto Disperindag Provinsi Babel. (Ryan)