JAKARTA, Harnasnews.com – Persidangan kasus dugaan penipuan dan pencucian uang dengan terdakwa HM mantan Direktur Utama P.T. Mahakarya Agung Putera (PT MAP) di Pengadilan Negeri Tangerang pada Selasa (14/9/2021) telah mengungkap fakta baru yaitu penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang tidak sesuai prosedur hukum.
Ahli pidana Dr Dwi Seno Wijanarko, SH, MH dalam keterangannya mengatakan hasil analisis dari PPATK merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi dalam perkara TPPU.
“Sebab, tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana khusus, yang mana diklasifikasikan sebagai ketentuan yang bersifat khusus. Bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan yang umum, artinya proses penerapan hukumnya pun dalam TPPU harus berpedoman pada penerapan UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU,” kata Dwi Seno.
Dalam perkara terdakwa HM, ia didakwa dengan salah satu pasal TPPU namun dalam berkas perkara tidak ditemukan hasil pemeriksaan PPATK maupun pemberitahuan penyidik kepada PPATK tentang adanya penyidikan perkara TPPU sebagaimana yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
“Kami sependapat dengan ahli Dr. Dwi Seno Wijanarko, SH, MH, bahwa dalam perkara TPPU harus ada hasil pemeriksaan atau analisis oleh PPATK. Dalam perkara ini sama sekali tidak ada syarat-syarat yang dipenuhi oleh penyidik maupun JPU sebagaimana yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Jadi saat ini banyak sekali perkara tindak pidana 378 dan 372 KUHP langsung sekaligus diterapkan dengan pasal TPPU oleh penyidik tanpa ada proses formil seperti pemberitahuan ke PPATK dan tiba-tiba perkaranya bisa P-21,” ujar Dwi Seno.
Ini sangat berbahaya jika penyidik atau JPU bisa langsung menyimpulkan sendiri adanya transaksi mencurigakan dan langsung disimpulkan TPPU, padahal kewenangan analisis ada di PPATK.
“Besok-besok ada orang menggunakan uang perusahaan beli susu anaknya bisa langsung kena TPPU,” kata advokat Hendra Onggowijaya, SH, MH.
Selanjutnya Dwi Seno Wijanarko yang juga dosen Universitas Bhayangkara Jakarta ini menambahkan bahwa yang berwenang melakukan pemeriksaan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan adalah PPATK.
“Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 64 ayat (1) UU TPPU : PPATK melakukan pemeriksaan terkait dengan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain,” tutur Dwi Seno.
Onggowijaya, dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan menyesalkan ketidakprofesionalan penyidik dan JPU terkait penerapan pasal TPPU terhadap terdakwa tanpa melalui hukum formil yang berlaku.