“Karena itulah kita dalam berpolitik ini dipimpin ideologi melalui arahan, keputusan, dan instruksi ibu ketua umum,” tegas Hasto.
Segala sesuatu ada waktunya. Hal yang menyangkut kepentingan nasional yang menjadi atensi partai.
“Tugas tidak ringan ke depan karena dari aspek pendidikan. Kemarin digambarkan bagaimana tingkat pendidikan kita. Perlu suatu upaya inovasi agar Indonesia bisa mengejar negara-negara tenangga. Kita masih prihatin dengan universitas kita dan itu menjadi tanggung jawab seluruh anak bangsa,” jelas Hasto, dikutip dari republika.
Politikus asal Yogyakarta itu mencontohkan dalam hal penguasaan teknologi pertanian, Indonesia belum memiliki benih unggul yang memastikan produksi dari petani meningkat dan mampu memenuhi kebutuhan nasional tanpa impor.
Karena itu, lanjut Hasto, berbagai persoalan fundamental itulah seharusnya dibahas. Termasuk oleh siapa pun yang merasa dirinya terpanggil untuk berproses menjadi pemimpin nasional.
“Ibu Ketua Umum kemarin menegaskan bahwa menjadi pemimpin itu jauh lebih penting daripada menjadi pejabat. Menjadi pemimpin artinya berproses menggembleng diri, digembleng sejarah, menjawab panggilan sejarah,” kata Hasto.
Doktor geopolitik Universitas Pertahanan RI itu juga mengingatkan semua kader harus berjalan dalam koridor dan mekanisme kepartaian.
“Di mana kepentingan organisasi partai sebagai kepentingan kolektif yang menyatu dengan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara jauh lebih penting daripada kepentingan individu dan kelompok,” tegas Hasto.
Selain Hasto, penutupan Rakornas itu juga dihadiri oleh Ketua DPP Komarudin Watubun dan Eriko Sotarduga.(qq)