Indonesia Tekankan Implementasi Ekonomi Berkelanjutan di G20
“Penerapan ekonomi biru, hijau, dan sirkular menjadi hal yang tak bisa lagi ditunda-tunda,” kata Airlangga saat memberikan sambutan secara virtual dalam kegiatan side event G20 bertema “Seminar On Blue Energym Green, and Circular Ekonomy: The Future Platform for Pos Pandemic Development” di Labuan Bajo, Rabu.
Ia menyampaikan emisi karbon dioksida di tingkat global tercatat naik 6 persen menjadi 36,3 miliar ton pada 2021 merupakan tingkat tertinggi yang pernah terjadi.
Selama 30 tahun terakhir, kata dia penggunaan plastik telah berlipat ganda yang didorong ekspansi di negara berkembang.
Dia mengatakan antara tahun 2000 dan 2019, manufaktur plastik dunia meningkat dua kali lipat menjadi 460 juta ton. Namun hanya 9 persen sampah plastik yang didaur ulang. Akibatnya, 180 juta metrik ton plastik mencemari lautan yang berdampak negatif pada setidaknya 88 persen spesies laut.
“Oleh karena itu, sistem ekonomi dengan pendekatan ekonomi biru, hijau, dan sirkular sangat dibutuhkan,” katanya.
Menurut dia, luas lautan diketahui menutupi tiga perempat dunia dan menyimpan sekitar 80 persen dari semua kehidupan di bumi di bawah gelombangnya.
Hingga saat ini, paparnya, ekonomi kelautan telah menyediakan mata pencaharian bagi lebih dari 10 persen populasi dunia dan bernilai lebih dari 1,5 triliun dolar AS dengan perkiraan akan berlipat ganda pada tahun 2030.
Dengan potensi tersebut, kata dia, Indonesia terus mengembangkan rencana ekonomi biru untuk mengelola ekosistem laut dan pesisir dengan baik guna mencapai kesetaraan ekonomi dan meningkatkan mata pencaharian. Hal itu sejalan dengan komitmen “Sustainable Development Goals” (SDGs) nasional.