“Kami rekomendasikan bagi para capres harus berani secepatnya mengambil risiko, capres must take a risk, harus mengambil risiko dengan cara mempercepat langkah maju dengan percepatan penetapan cawapres masing,” ujar Ahmad dalam rilis Surnas “Keberlanjutan vs Perubahan: Dinamika Peta Politik Menuju Pemilu 2024”, Jakarta, Jumat.
Hal ini mengingat para bakal capres hanya memiliki kesempatan sosialisasi sekitar tiga bulan saja dari masa pendaftaran bakal capres pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023 ke Pemilu 2024 tanggal 14 Februari 2024. Sehingga, kata dia, siapa bakal capres yang lebih cepat memutuskan memiliki peluang mengonsolidasikan basis kekuatan mesin politiknya jauh lebih efektif daripada yang belakangan.
“Kalau per hari ini belum ada satupun kekuatan koalisi terutama capres yang belum menentukan sikap dan langkahnya, maka besar kemungkinan capres tersebut memiliki waktu yang sangat terbatas untuk meyakinkan dan menyosialisasikan apa yang menjadi concern mereka untuk merebut hati, pikiran dan suara rakyat termasuk melakukan sosialisasi dan mitigasi atas serangan yang akan diarahkan dari rival-rival politik,” jelasnya.
Menurut dia, apabila sosok cawapres tak segera ditentukan dan diumumkan ke publik, maka bakal capres hanya memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan sosialisasi untuk merebut suara masyarakat hingga melakukan mitigasi atas serangan dari lawan politiknya.
Selain itu, para bakal capres juga bisa meraih kemenangan dengan berupaya mendapatkan endorsemen dari Presiden RI Joko Widodo. Ahmad menilai endorsemen dari Jokowi akan membuat upaya meraih kemenangan lebih efektif.
Ahmad menyarankan bakal capres dari PDIP Ganjar Pranowo agar tidak merasa taken for granted karena sudah dideklarasikan. Pasalnya, kalau masih merasa tinggi tetapi elektabilitas tidak kompetitif, maka tidak menutup kemungkinan PDIP akan melakukan evaluasi ulang.
“Karena bagaimanapun belum ada pendaftaran ke KPU oleh PDIP,” tambah Ahmad.