Ini Upaya Kementan untuk Kendalikan Rabies di NTT
Jakarta,Harnasnews.Com – Penyakit anjing gila atau rabies merupakan penyakit hewan menular akut yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan hewan tertular.
Pada saat ini terdapat 9 provinsi dan beberapa pulau di Indonesia yang telah terbebas dari rabies, diantaranya adalah provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, Papua, Papua Barat, Pulau Weh, Pulau Pisang, Pulau Mentawai, Pulau Enggano, dan Pulau Meranti. Sedangkan Provinsi yang masih tertular rabies salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan sejarah penularan sejak tahun 1997.
Untuk itu, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menetapkan strategi untuk pengendalian rabies pada wilayah tertular melalui kegiatan vaksinasi dengan target cakupan lebih dari 70% populasi anjing. Selain itu juga dilakukan sosialisasi, pengawasan lalu lintas anjing, manajemen populasi anjing, dan surveilans.
Terkait adanya kasus rabies di Manggarai Timur dan Nagakeo Provinsi NTT, Fadjar Sumping Tjatur Rasa selaku Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH menyampaikan, Kementerian Pertanian setiap tahunnya telah mengalokasikan dana pengendalian rabies di Flores NTT, khususnya untuk penyediaan vaksin rabies, operasional vaksinasi, logistik kegiatan vaksinasi, monitoring, dan koordinasi pelaksanaan program.
Fadjar Sumping menjelaskan, selain dukungan dalam bentuk dana operasional, Ditjen PKH juga mengupayakan pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui Tenaga Harian Lepas (THL) sebanyak 20 orang Dokter Hewan dan Paramedik Veteriner 42 orang untuk membantu pelaksanaan program pembebasan rabies di NTT.
“Tahun 2018 Ditjen PKH menganggarkan Dana Tugas Pembantuan (TP) sebanyak 1,5 juta dosis dengan nilai anggaran sebesar 35 Milyar Rupiah untuk prioritas Provinsi tertular Rabies,” ungkap Fadjar Sumping. “Dana ini termasuk alokasi vaksin untuk Provinsi NTT sebesar 250 ribu dosis, beserta komponen pendukungnya dengan nilai mencapai 4 Milyar Rupiah,” tambahnya menjelaskan.
Fadjar Sumping menyampaikan, untuk menangani kasus rabies di NTT Kementan hari ini (26/03/2018) mengirimkan Tim Dokter Hewan yang terdiri dari Staf Direktorat Kesehatan Hewan dan Balai Besar Veteriner Denpasar.
“Tim tersebut membawa bantuan vaksin dan melakukan koordinasi tindak lanjut pengendalian rabies, serta melakukan sosialiasi mengenai bahaya rabies kepada masyarakat di sekitar lokasi,” kata Fadjar Sumping. Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting karena setiap kejadian kasus rabies pada umumnya disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya rabies, sehingga (korban) lambat ditangani.
Fadjar Sumping menekankan, masyarakat perlu mengetahui apabila didapati adanya korban gigitan hewan penular rabies (HPR). “Jika ada korban, segera melapor ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskesmas) atau Rabies Center untuk diperiksa dan diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR),” ucap Fadjar. “HPR yang menggigit agar segera diamankan dan dilaporkan ke (Puskeswan) dan/atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk penanganan lebih lanjut,” tukasnya.
Fadjar Sumping kembali menegaskan, vaksinasi dan pengawasan lalu lintas HPR pada daerah tertular untuk pengendalian penyebaran virus rabies ke wilayah lainnya sangat penting. “Saya yakin apabila semua strategi teknis pengendalian rabies dan protokol penangan kasus gigitan HPR dilaksanakan, maka kasus rabies dapat ditekan dan risiko terjadinya rabies pada manusia dapat kita minimalisir,” ujar Fadjar.
“Pembebasan penyakit rabies dapat dicapai apabila semua pemangku kepentingan bisa bekerjasama dalam penanganannya,” pungkasnya.(Herman/Red)