ITAGI Dukung Pengadaan Vaksin PCV, HPV dan Rotavirus di Indonesia
Keberlanjutan vaksinasi PCV juga membutuhkan alokasi dana yang cukup besar mengingat ada sekitar 25 juta anak di Indonesia yang perlu menerima tiga kali pemberian vaksin PCV. “Tetapi, kalau kita melihat kematian, tentunya tidak bisa dinilai,” katanya.
Terkait vaksin Rotavirus, kata Sri, pengadaannya juga masih mengandalkan impor, sebab PT Bio Farma sedang melakukan penelitian dengan Fakultas Kedokteran UGM dan baru selesai pada akhir 2023.
“Sehingga, kalau kita mulai tahun depan, terus pakai vaksin impor. Ini juga masalah, impor lagi. Mungkin dua tahun ke depan kita masih memakai impor dari vaksin Rotavirus,” katanya.
Kendala lain yang juga berpotensi terjadi dalam vaksinasi Rotavirus adalah perbedaan aturan pakai antara produk impor dan dalam negeri.
“Karena jadwalnya agak sedikit berbeda. Kalau vaksin impor ini enam sampai delapan minggu awalnya, sedangkan produksi PT Bio Farma diberikan saat bayi baru lahir,” katanya.
Sri memastikan bahan baku produksi vaksin Rotavirus Bio Farma halal, sebab diproduksi tanpa menggunakan kandungan hewan. “Bagusnya, Bio Farma membuat vaksin yang animal free, jadi betul-betul halal. Hal ini yang kita perlu dukung untuk pembuatan Rotavirus oleh Bio Farma,” katanya.
Sri menambahkan pengadaan vaksin HPV juga perlu mewaspadai jumlah produksi yang sangat rendah di dunia. “Sehingga, kalau kita kemudian mau mengatur skala nasional harus hati-hati, harus bertahap. Tahapannya seperti apa, ini yang mungkin perlu diperhatikan,” ujarnya.(qq)