Rekomendasi yang dibuat dan disampaikan tersangka Andhi itu diduga menyalahi aturan kepabeanan, termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor dan impor diduga tidak berkompeten.
Siasat tersangka Andhi menerima bayaran tersebut, salah satunya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan.
Melansir dari antara, penerimaan gratifikasi tersebut diduga terjadi pada rentang waktu 2012-2022, di mana saat itu Andhi menduduki beberapa posisi, mulai dari sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hingga pejabat eselon III di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dengan posisi terakhirnya sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Makassar, Sulawesi Selatan.
Dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka Andhi itu hingga kini tercatat sekitar Rp28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut.
Uang hasil korupsi tersebut diduga digunakan tersangka Andhi untuk belanja keperluan pribadi dan keluarganya.
Kemudian, dalam kurun waktu tahun 2021 dan 2022, Andhi diduga melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jakarta Selatan, senilai Rp20 miliar.
Atas perbuatannya, Andhi Pramono dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Andhi Pramono juga disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (sls)