Jalan Panjang Sahrul Bosang Perjuangkan Hak Tanahnya yang Diduga Diserobot  Pengembang

SUMBAWA, Harnasnews – Kasus dugaan sengketa tanah di Desa Moyo Hilir, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, antara Sahrul Bosang  (pemilik tanah) dengan PT. JWI (pengembang) proyek perumahan dari Negara Yaman, hingga saat ini belum juga menemui titik terang.

Sahrul Bosang, selaku pemilik lahan, mengatakan bahwa sebelumnya PT. JWI berjanji akan memberikan kompensasi. Hal tersebut diungkapkan pihak PT. JWI melalui Kuasa Hukumnya saat pertemuan yang dilakukan di ruang Reskrim Polres Sumbawa bersama Kepala Desa Moyo cq.Junaidi, dan Mat Asir sebagai saksi ketika Direktur PT.JWI yang sebelumnya temui Sahrul Bosang di Bogor, Jawa barat pada 10 Maret 2022.

Menurutnya, pada 28 Desember 2024, pihak PT. JWI sebelumnya meminta kepada pihak kepolisian agar dipertemukan dengan dirinya. Di mana dalam pertemuan itu PT. JWI menyanggupi pemberian kompensasi dengan meminta waktu untuk berunding dengan Mitra yang berada di Negara Yaman pada 28 Desember 2024 malam sehingga pada 29 Desember 2024 sudah dapat memberikan kepastian waktu dan besar biaya kompensasi kepada Sahrul Bosang.

Namun, pada 29 Desember 2024 malam Direktur PT. JWI menghubungi Sahrul Bosang dan minta waktu 3-4 hari kedepan. Artinya pada 02 Januari 2025 sudah ada berita,. Faktanya Sahrul Bosang hanya dijanjikan saja yang kemiudian ia menghubungi PT.JWI pada 08 Januari 2025 dan berjanji lagi akan ada khabar pada 12 Januari 2025.

“Lagi-lagi PT. JWI melanggar  komitmennya, dan hingga pukul 24:00 WIB tidak ada khabar berita yang diterima. Maka pada 13 Januari 2025 pagi kami menghubungi PT. JWI lagi yang pada saat itu sedang berada di Surabaya berjanji lagi akan datang Mitra dari Negara Yaman ke Jakarta sehingga bisa ketemu kami sehingga kemungkinan bisa memberi kompensasi atas lahan milik saya yang diserobot oleh PT.JWI,”  ujar Ir. Sahrul Bosang dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan,  Kamis (6/2/2025).

Hingga kini PT. JWI terus mengulur waktu, sejak 10 Maret 2022, 28 Desember 2024 dan terakhir 13 Januari 2025 dengan alasan menunggu mitra dari Yaman. Tapi sampai hari ini tidak ada kabar.  Sementara itu, terkait dengan pernyataan PT. JWI mengklaim telah mengantongi sertifikat atas tanah yang menjadi objek sengketa tersebut, Sahrul pun mempertanyakan keabsahan surat tersebut.  “Boleh saja (PT. JWI) memegang sertifikat, tetapi proses pembuatan sertifikat itu perlu diteliti kembali,” tegasnya.

Kronologis Kasus dugaan Penyerobotan Tanah 

Sahrul menceritakan, bahwa kasus tersebut bermula adanya sengketa soal tanah antara dirinya dengan Syekh Ali (warga negara  Yaman) pd 15 Oktober 2019 dan Syekh Ali sudah temui Sahrul Bosang pd 10 Maret 2022 di Bogor, Jawa Barat.

Karena sampai dengan tgl 22 Juli 2022, Syekh Ali belum memenuhi janji kompensasi maka Sahrul Bosang melaporkan Syekh Ali sebagai Direktur PT. JWI ke Polres Sumbawa pada 23 Juli 2022, lantaran adanya dugaan wanprestasi yang dilakukan oleh terlapor sejak 10 Maret 2022 di Bogor.

“Sebelumnya, pada tanggal 06 Januari 2022, kuasa hukum saya bernama Aden Syamsuddin SH dan Mat Asir keluarga Sahrul Bosang menemui Syekh Ali dan kuasa hukumnya di Hotel Kaloka di Kota Sumbawa Besar,” jelas dia.

Hasil kesepakatan itu,  pada 10 Maret 2022, Syekh Ali bersama isterinya  bernama Khadijah dari Negara Iran serta Jamhur Husein sebagai Saksi menemui Sahrul Bosang bersama Keluarga dan Mat Asir sebagai Saksi di Bogor. Di mana dalam pertemuan itu Syekh Ali berjanji akan membayar kompensasi atas tanah yang dibeli tidak sesuai dengan prosedur dari pemilik yang sah yakni Sahrul Bosang.

“Karena Syekh Ali tidak menepati janjinya pd pertemuan di Bogor 10 Maret 2022, maka pada tanggall 23 Juli 2022, kami melaporkan Syekh Ali di Polres Sumbawa,” terangnya.

Mengingat kasus sengketa tanah miliknya tak kunjung ada titik temu, kemudian, pada  01 Januari 2024 Sahrul menggelar aksi dan memasang spanduk di lokasi SB-5 .

“Aksi selanjutnya pada 01 Juni 2024 Kades Moyo cq. Junaidi bersama keluarga saya bernama Haji Nurdin dari Desa Barare menemui PT. JWI cq. Wahib Saleh Saeed Al-Batati dan Pemborongnya agar segera memberhentikan pekerjaan alat berat di atas lokasi SB-5. Pak Wahib mentaati berhenti sejenak. Akan tetapi hanya sejenak, kemudian pekerjaan itu dilanjutkan lagi hingga terbangun deretan unit rumah di atas lokasi SB-5,” yang Sahrul Bosang permasalahkan,” jelasnya.

Upaya Negosiasi Temui Jalan Buntu

Pada 07 Oktober 2024, pihak Sahrul Bosang melakukan pemagaran area Elong Bareran yaitu bagian dari lokasi SB-5 yang di SHM No.1881 tahun 2020 atas Sporadik yang diterbitkan oleh Kades Moyo cq. Junaidi adalah area Sandingan SHM SB-3 No.1842 tahun 2016.

Upaya selanjutnya, pada 29 Desember 2024 pihak Sahrul Bosang berkirim surat permohonan kepada Kades Moyo cq. Junaidi agar diberhentikan semua jenis kegiatan di atas lokasi SB-5 sebelum PT. JWI membayar Biaya kompensasi lokasi SB-5 sebesar Rp 1,5 miliar kepada Sahrul Bosang sesuai pertemuan yang diminta oleh PT.JWI dan kuasa hukumnya yang disaksikan oleh penyidik Polres Sumbawa cq. Dedi Sunandi pada 28 Desember 2024.

Pada 14 Januari 2025 Sahrul Bosang menggelar Spanduk agar memberhentikan Pekerjaan di lokasi SB-5 atas kesepakatan pada 28 Desember 2024 di depan Kepolisian Resort Sumbawa dan para fihak.

Tak berhenti sampai di situ, karena tak ada itikad baik dari PT. JWI,  kemudian Sahrul Bosang pada 27 Januari 2025 melakukan pematokan tiang pagar pada batas lokasi SB-5 yang pernah dipagar pada 07 Oktober 2024 yang dibongkar oleh PT.JWI.

Selanjutnya, pada 30 Januari 2025 orasi dan pemagaran batas SB-5 dengan lokasi perumahan existing dilanjut orasi di Bank BRI Sumbawa. Aksi selanjutnya, pada 31 Januari 2025 , Hearing dengan Bank BNI agar menyetop pemberian kredit kepada Nasabah PT. JWI kepada Hayatu Saida Residence.

“Dan aksi terakhir pada 04 Februari 2025 Keluarga saya yang menjadi penerima kuasa atas urusan teknis di lokasi SB-5 dan SB-1 rencana nya menemui Penyidik namun ternyata Penyidik sedang BAP Direktur PT. JWI karena yang bersangkutan tidak bisa temui saya ketika saya berada di Sumbawa pada 29 Januari 2025 hingga tgl 03 Februari 2025 dengan alasan sakit Demam/ Corona tetapi ketika dipanggil Polisi ternyata tidak sakit maka terjadilah kegaduhan di halaman kantor polisi,” pungkasnya.

Penggarap Bolang Pogo Tidak Pernah Menjual Tanah Milik Sahrul Bosang

Seperti diberitakan sebelumnya, Sahrul Bosang mengungkapkan bahwa Bolang Pogo yang merupakan penggarap tanah Haji Ahmad Bosang (orang tua dari Sahrul Bosang) seluas @4,0 Ha  tidak pernah menjual tanah yang digarapnya sejak tahun 1973 hingga tahun 2014 saat diserahkan kepada Sahrul Bosang.

Justru anak Bolang Pogo yang bernama Nurjayanti yang menjual tanah Sahrul Bosang pada tahun 2007 dengan luas @1,04 Ha kepada Rusmin Junaidi/Edot hingga terbitnya sertifikat hak milik SHM pada tahun 2013, sebelum Bolang Pogo meninggal dunia.

Saat dihadirkan di persidangan di PN Sumbawa, Nurjayanti juga mengakui kekeliruannya karena telah menjual tanah Sahrul Bosang yang dikira adalah tanah milik bapaknya. Hal itu berdasarkan surat pernyataan Nurjayanti tertanggal 24 April 2017.

Sahrul mengatakan pada tahun 2012 dirinya datang dari Jakarta menemui penggarap di Desa Tengke, Kecamatan Moyo Hilir, dengan membawa Surat wasiat dari orang tuanya, bahwa ia akan menggarap sendiri tanah yang selama ini digarap oleh Bolang Pogo. Dimana di atas tanah tersebut bermaksud digunakan untuk memelihara sapi.

“Selanjutnya, penggarap menyerahkan tanah pada tahun 2014 secara utuh tanpa ada menyebut nama-nama mereka yang sudah membuat sertifikat hak milik (SHM) di atas tanah yang selama ini dipercayakan oleh orang tua kami kepada si penggarap tadi,” ungkap Sahrul.

Namun, ketika pihaknya melakukan pemagaran lokasi untuk pelihara sapi, ternyata Sahrul baru mengetahui jika tanah miliknya itu sudah disertifikatkan (SHM) atas nama orang lain di tahun 2013 dengan luas 1,04 Ha dari 4 Ha di lahan keseluruhan yang sudah diserahkan oleh penggarap kepada Sahrul pada tahun 2014.

Oleh karenanya Sahrul dilaporkan Rusmin Junaidi/Edot ke Polsek Moyo Hilir atas tuduhan penyerobotan tanah. Namun karena Sahrul dapat membuktikan dokumen lengkap bahwa tanah tersebut adalah miliknya, maka pihak kepolisian tidak melanjutkan laporan tersebut.

“Saat itu pihak kepolisian tidak dapat menindak lanjuti laporan atas penyerobotan tanah, karena tanah yang disertifikatkan oleh Edot tersebut adalah benar milik kami yang pernah digarap oleh Bolang Pogo,” ujarnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.