JAKARTA, Harnasnews.com – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie melihat tren perpanjangan masa jabatan pemimpin negara terjadi mulai 1990-an. Namun, hal tersebut terjadi pada negara-negara yang notabenenya memiliki demokrasi yang lemah dan tak bermutu.
“Banyak negara yang memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode, di Afrika banyak itu, tapi banyak yang berhasil, banyak juga yang berdarah-darah, gagal. Tapi negara-negara yang menerapkan third termism tiga periode itu tergolong demokrasi yang tidak bermutu,” ujar Jimly dalam sebuah diskusi daring, Ahad (13/3/2022).
Hal ini juga terjadi kepada Rusia, ketika Vladimir Putin sudah memasuki periode keempatnya sebagai presiden. Dukungan terhadapnya sangat besar pada pemilihan presiden 2018, ketika ia bersaing dengan tujuh calon presiden.
Perpanjangan masa jabatan pemimpin negara juga terjadi di Cina dengan Presiden Xi Jinping. Bahkan, Jimly menilai apa yang terjadi di negara tirai bambu itu lebih eksplisit, karena adanya perubahan konstitusi yang dapat membuat Xi Jinping menjadi presiden seumur hidup.
Hal serupa juga pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1963 lewat lahirnya Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963. Di dalamnya mengatur bahwa Soekarno ditetapkan menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS.
Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 kemudian dicabut dan digantikan dengan Tap MPRS Nomor XVIII/MPRS/1966. Keputusan tersebut diambil pada sidang umum keempat MPRS, tetapi penarikan ketetapan ini tidak memengaruhi masa jabatan Presiden Soekarno sampai ada keputusan lain dari MPR hasil pemilihan umum.