“Ketika berbicara mengenai perpanjangan masa jabatan presiden itu bukan hanya statement penolakan yang tidak kita dapatkan secara clear, tetapi seperti terkesan ada pernyataan yang sangat bersayap, yang kemudian bisa ditafsirkan oleh para pendukung penundaan pemilu sebagai bentuk dukungan diam-diam untuk melanjutkan agenda tersebut,” ujar Burhanuddin, dikutip dari republika.
Dalam forum diskusi yang sama, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengingatkan elite politik untuk tak bermain-main dengan wacana penundaan pemilu. Sebab, hal tersebut akan berdampak langsung kepada wacana perpanjangan masa jabat presiden yang dapat menjadi pintu masuk otoritarianisme.
“Bermain-main dengan masa jabatan itu melanggar prinsip konstitualisme, melanggar juga prinsip demokrasi, sistem presidensial, dan itu yang membuat seringkali pintu masuk atau jebakan ke arah otoritarianisme,” ujar Zainal.(qq)