Kampanye Kilau Generasi Bebas HIV Dan AIDS
Semarang,Harnasnews.com – HIV dan AIDS merupakan salah satu penyakit yang dianggap momok saat ini, pengidap HIV dan AIDS tidak hanya pada orang dewasa namun juga anak – anak.
Efek merusaknya memang membahayakan, namun stigma negatif dan pemahaman salah kaprah yang berkembang mengenai penyakit ini bahkan jauh lebih merusak, karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai cara penularannya.
Diperlukan kehadiran negara dan keterlibatan masyarakat, dalam mencegah HIV dan AIDS serta bagaimana mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan diskriminasi dan stigmatisasi kepada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) dan Anak Dengan HIV dan AIDS (ADHA).
“Sungguh disayangkan pengidap terbanyak pada usia produktif antara 20 – 30 tahun. Pasca 2016, situasi menjadi semakin memprihatinkan dan makin mengkhawatirkan karena ditemukan faktor penyebab “Tak Diketahui” yang menjadi lebih dominan, misalnya terungkapnya isu degradasi moral kemanusian, seperti longgarnya kesetiaan dalam hubungan suami isteri dan prostitusi yang makin marak.
Tak kalah mirisnya juga melibatkan usia anak, yang sering diistilahkan dengan aktifitas seksual berisiko, baik yang dilakukan pasangan heteroseksual maupun homoseksual.
Kondisi tersebut memiliki risiko terjangkit HIV mencapai tiga sampai lima kali lipat lebih besar,” pungkas Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Dermawan pada Kampanye Bersama “Kilau Generasi Bebas HIV dan AIDS” di Kota Semarang, Prov. Jawa Tengah.
Senada dengan Dermawan, Walikota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan bahwa “Penyebaran HIV dan AIDS disebabkan karena perilaku menyimpang seperti seks bebas dan sampai saat ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan penyakit HIV dan AIDS, sementara penyakit tersebut terus menyerang kekebalan tubuh.
Mirisnya, bayi yang baru lahir juga bisa mengidap penyakit HIV dan AIDS karena diturunkan dari orang tuanya. Kita tidak boleh menjauhi ODHA dan ADHA.
Sebagai warga negara yang baik, kita harus memastikan ODHA dan ADHA tercatat di Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan dan jangan mendiskriminasi mereka,” ujar Hendrar.