Dalam kesempatan yang sama, Plt.Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo, mengungkapkan jika kapal tersebut sudah dinyatakan inkracht, rencananya akan dijadikan sebagai monumen peringatan perlawanan terhadap transnasional organized crime. Sebelumnya, sudah ada FV Viking, kapal yang terlibat illegal fishing dan dimonumenkan di Pangandaran, Jawa Barat.
“Saya harap dapat dijadikan monumen peringatan perlawanan terhadap transnasional organized fisheries crime. Monumennya bisa dalam keadaan diam atau bergerak, dijadikan campaign vessel, dikasih tulisan kapal yang ditangkap karena illegal fishing,” ujarnya.
Sebagai infromasi, FV STS-50 merupakan kapal buronan Interpol, yang telah terafiliasi dengan perusahaan bernama Red Star Company Ltd yang berdomisili di Belize. Negara tersebut adalah negara yang sering kali digunakan oleh perusahaan pelaku kejahatan terorganisisr sebagai modus operansi penggelapan identitas pemilik manfaat. Pemilik kapal ini diduga kuat warga negara Rusia yang memiliki kantor di Korea Selatan dan melakukan beberapa transaksi bank di New York.
Kapal ini telah melakukan IUU fishing di wilayah perairan kutub selatan yang pengelolaan perikanannya berada di bawah Convention for the Conservation of Antartic Marine Living resources (CCAMLR) dan mendaratkan hasil tangkapannya di beberapa negara di Asia. Bahkan kapal ini diketahui memalsukan jenis spesies ikan yang ditangkap, serta 2 kali lari dari wilayah hukum sebuah negara saat masih dalam proses pemeriksaan, yaitu di Mozambique dan Tiongkok. Dalam operasinya kapal ini telah mengklaim setidaknya 8 kebangsaaan. Bendera kebangsaan yang terakhir mereka klaim adalah Togo, dan telah disangkal oleh pemerintah Togo.
Kapal ini ditangkap pada Kamis, 5 April 2018 di sekitaran 60 mill dari sisi Tenggara Pulau Weh, Sabang, provinsi Aceh dan merupakan hasil kerjasama antara Satgas 115, KKP, TNI AL dengan Interpol dan NGOs internasional seperti I Fish dan Sea Sheppard.(Red/Ed)