Kelian Adat, Kelian Dinas dan Pecalang Dipanggil Penyidik Polresta

DENPASAR, Harnasnews.com – Kelian Banjar Sakah A.A Gede Agung Aryawan, ST didampingi Kelian Dinas Banjar Sakah, Desa Pemogan I Ketut Sumadi Putra, pada hari Selasa (22/10), memenuhi surat panggilan dari Polresta Denpasar sesuai apa yang dilaporkan oleh penanggung jawab gudang minuman beralkohol (mihol). I Gede Anom Adnyana yang didampingi kuasa hukumnya I Made Kadek Arta, SH sesuai surat pengaduan masyarakat nomor Dumas/722/X/2019/Bali/Resta Dps tertanggal 8 Oktober 2019 terkait penghentian proyek gudang mihol di Jalan Sunia Negara Banjar Sakah, Desa Pemogan.

Kelian Banjar Sakah bersama Kelian Dinas Banjar Sakah yang sudah memenuhi panggilan dari Polresta, kemudian oleh penyidik AIPDA I Wayan Werdi Putra langsung memberikan pertanyaan di ruang Unit II Sat Reskrim Polresta Denpasar. Sebanyak 20 pertanyaan yang diberikan oleh penyidik terkait seputar penutupan gudang mikol di Jalan Sunia Negara Banjar Sakah, Desa Pemogan.

“Setelah saya dan Kelian Dinas Banjar Sakah, Desa Pemogan dipanggil oleh penyidik, pada Jumat (25/10) oleh penyidik akan kembali memanggil satu orang lagi yakni Pecalang Banjar Sakah, Desa Pemogan Ketut Senter,” terang Kelian Banjar Sakah, Desa Pemogan Agung Aryawan.

Mengenai panggilan penyidik Polresta, Agung Aryawan merasa ada hal yang mengganjal, dimana pemilik gudang mihol bisa mengajukan gugatan tanpa mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), bahkan pemilik gudang juga tidak melakukan sosialisasi persetujuan penyanding & warga sekitarnya tetapi kok bisa masuk pengaduan hukum atau ranah hukum di Polresta Denpasar.

“Jangan sampai kalau pengusaha dari masyarakat kecil tidak punya IMB langsung ditertibkan dengan tegas, sedangkan pengusaha besar yang memiliki uang banyak dibiarkan begitu saja tanpa dilakukan penertiban yang pasti, tegas dan jelas,” ucapnya.

Kemudian, dari pengakuan Satpol PP yang mana kala itu mengatakan sudah turun dua kali, namun apa yang terjadi di lapangan ternyata malah tidak ada tindakan tegas yang dilihat masyarakat, terbukti pembangunan masih tetap berlanjut dengan pekerja yg cukup banyak tanpa melapor sebagai penduduk non permanent kepada banjar adat & pecalang. Sesuai perda 4 tahun 2019 tentang Desa Adat, apalagi di Bali sebagai daerah pariwisata yg sangat tergantung dari keamanan penduduk.

” Sikap masyarakat secara spontan melakukan tindakan yang mengacu pada Awig-awig Br Sakah tentang wewangunan, pelemahan & krama tamiu, tapi ujungnya harus berhadapan dengan hukum. Hal itu mendadakan seolah -olah di Kota Denpasar rakyat selalu menjadi korban,” imbuhnya.

Pecalang masuk ranah hukum terkait penertiban pelemahan & warga tamiu, suatu hal yang sangat jangan. Lalu apa bedanya dengan Satpol PP turun ke lapangan tidak bertindak tegas terhadap bangunan tanpa IMB, sama aja artinya merestui pembangunan-pembanguan di Kota Denpasar tanpa mengikuti aturan yg berlaku.

“Artinya saya tidak bisa hanya berdiam dan berpangku tangan sebagai Kelian Adat Banjar Sakah melihat krama tamiu bekerja pada bangunan tanpa IMB & melapor ke banjar. Karena dari Satpol PP tidak melakukan tindakan tegas pada saat itu. Padahal Satpol PP sudah mengetahui dibalik itu ada pelanggaran,” paparnya.

Kejadian ini membuat masyarakat mulai tergerak dengan menghentikan pembangunan proyek secara spontan berdasarkan Awig-awig. Apalagi topoksinya disini adalah bisa menjalankan awig-awig yg berdasarkan konsep Tri Hita Karana. Selain itu, saya bersama masyarakat setempat juga sempat melakukan mediasi, namun penanggung jawab bangunan berkata kalau ini tanah miliknya tentu apa yang dilakukannya bebas.

“Apakah itu bisa dibenarkan kata-katanya. Apalagi pemilik bangunan belum sepenuhnya mengantongi IMB & melakukan pembangunan yg tidak sesuai peruntukan yg di keluar kan lewat SKRK oleh Dinas OUR. Dan gudang mikol bila dilihat perkembangannya kedepan, pasti ada positif dan negatifnya,” tambahnya.

Pembelajara bagi kita semua, baik Walikota dan Wakil Rakyat (DPRD) yang membuat Perda begitu menyita perhatian waktu kita yakni bangunan tanpa IMB bisa masuk pengaduan masyarakat. Apalagi masuk proses lidik. Jangan sampai hal seperti ini kembali terulang, sebab ini menjadi momok buruk pemerintahan kedepanya terkait dengan perijinan. (bud)

Leave A Reply

Your email address will not be published.