Kemenkop dan UKM Perkuat Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi Program
Yogyakarta,Harnasnews.Com – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dan integrasi perencanaan, serta sinkronisasi program. “Koordinasi kebijakan kita lakukan melalui arahan dari Kemenko Perekonomian, integrasi perencanaan melalui Bappenas. Sedangkan sinkronisasi program kita lakukan bersama pemerintah daerah agar program yang kita gulirkan tidak tumpang tindih, efektif dan efisien”, kata Agus saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2018 Bidang Koperasi dan UKM, di Yogyakarta, Kamis (5/4).
Menurut Agus, beberapa program strategis Kemenkop dan UKM merupakan hasil dari koordinasi kebijakan dengan kementerian dan lembaga lain. Sebut saja, kredit usaha rakyat (KUR) hasil koordinasi melalui Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, OJK, dan kalangan lembaga keuangan bank dan nonbank. Ijin usaha mikro dan kecil (IUMK) hasil koordinasi dengan Kemendagri, Hak cipta dengan Kemenhukham, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dengan Kemendag, hingga kredit Ultra Mikro Indonesia (UMI) dengan Kemenkeu.
Dan setelah melakukan sinkronisasi program dengan daerah, Agus berharap agar hasil dari Rakornas ini disosialisasikan secara efektif di daerahnya masing-masing. “Karena, selama ini banyak program Kemenkop dan UKM yang tidak terinformasikan dengan baik di daerah. Sehingga, misalnya, masih ada masyarakat yang belum tahu mengenai kredit usaha rakyat atau KUR, pengurusan hak cipta bagi produk UKM di daerah, ijin usaha mikro dan kecil atau IUMK, dan sebagainya. Sosialisasi harus terus diperkuat dan dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi”, tandas Agus.
Selain itu, Agus juga mengungkapkan bahwa Gerakan Koperasi di Indonesia mengharapkan agar Kemenkop dan UKM tidak hanya berwenang dalam hal merumuskan regulasi, melainkan juga masuk dalam tahap pelaksana teknis kebijakan. “Sayangnya, seperti kita ketahui semua, status Kemenkop dan UKM dalam UU Kementerian masuk ke dalam kategori 3. Jadi, bila ingin Kemenkop dan UKM menjadi kementerian teknis, UU Kementerian harus diamandemen terlebih dahulu. Seperti perintah dan hasil rekomendasi Kongres Koperasi di Makassar beberapa waktu lalu. Agus mempertanyakan, ” Kapan Dekopin akan melakukan uji materi terhadap UU Kementerian, sebagaimana amanat Kongres Koperasi di Makasar?”, Agus menambahkan, “Kita semua sedang menanti itu”, jelas Agus.
Agus menambahkan, selama ini pihaknya hanya berwenang dalam menerbitkan badan hukum koperasi dan unit usaha simpan pinjam. Ketika koperasi akan membuka usaha seperti toko, perdagangan, pertanian, dan perkebunan, maka perijinannya harus dikeluarkan kementerian teknis terkait. “Kondisi seperti itu banyak membuat kalangan pegiat koperasi “frustasi” . Bila Kemenkop dan UKM masuk kategori 2 atau kementerian teknis, maka segala perijinan usaha bagi koperasi menjadi wewenang dan tugas dari Kemenkop dan UKM”, tukas Agus.
Dalam kesempatan itu pula, Agus berharap Deputi Pengawasan Kemenkop dan UKM agar mampu membangun sistem informasi bagi Usaha Simpan Pinjam (USP) seperti layaknya Sistem Informasi Debitur (SID) di perbankan. Sehingga, data anggota koperasi di USP tercatat secara akuntabel. “Kalau ini tidak segera dilakukan, maka pengawasannya bisa bisa diambil alih OJK melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK. Bagi Kita, koperasi dengan bank itu berbeda. Karena simpan pinjam itu sifatnya eksklusif dari anggota untuk anggota bukan inklusif”, tegas Agus.
Agus juga berharap, pemda khususnya dinas koperasi dan UKM mampu mengantisipasi segala perubahan zaman, dimana sekarang ini sudah masuk ke dalam era digital. Perdagangan sudah marak dilakukan melalui jaringan marketplace atau e-Commerce. “Untuk itu, koperasi di Indonesia harus meningkatkan kualitasnya agar mampu bersaing. Ingat, koperasi berkualitas adalah Tiada Koperasi Tanpa Transaksi, Tiada Koperasi Tanpa Pelatihan, dan Tiada Koperasi Tanpa IT”, pungkas Agus.(Red/Dar)