“Hutan-hutan dan lereng bukit tidak boleh gundul, pohon-pohon tidak ditebang, reboisasi terus digalakkan, masyarakat tidak membuang sampah di sungai, dst,” tuturnya.
Keempat, adalah pengetahuan dan keterampilan. Warga kampung siaga bencana harus memiliki kemampuan dan keterampilan yang bisa meminimalisir dampak bencana. Kelima, warga kampung siaga bencana harus rajin melakukan latihan kesiagaannya. Kemauan dan kesungguhan dalam memogram latihan penting menjadi agenda warga.
“Selain kesiapan warga, peran aktif pemda sangat penting. Oleh karena itu, lanjutnya, Kemensos mendorong Bupati dan Wali Kota menjadi Pembina Taruna Siaga Bencana (Tagana) agar dapat menjadi pelopor dan mengajak masyarakat peduli bencana,” terangnya.
Ia menyontohkan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata yang telah dikukuhkan sebagai Pembina Tagana. TAGANA merupakan relawan sosial atau Tenaga Kesejahteraan Sosial berasal dari masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang perlindungan sosial.
“Sebagai Pembina Tagana, diharapkan para kepala daerah dapat menjadi yang pelopor dalam mempelopori kesiapsiagaan menghadapi bencana. Lebih dari itu mereka diharapkan dapat menyiapkan anggaran untuk upaya mitigasi dan penanggulangan di daerahnya,” katanya.
Data di Direktorat Perlindungan Korban Bencana Alam (PSKBA) Ditjen Perlindungan dan Jaminan Sosial mencatat sepanjang Januari hingga Juni 2018 telah terjadi 1.134 bencana.
Sebanyak 124 orang meninggal dunia, 427 orang mengalami luka-luka dan 777.620 orang mengungsi. Sebanyak 2.700 rumah rusak berat, 4.760 rumah rusak sedang, dan 12.672 rumah rusak ringan.
Beberapa bencana tersebut di antaranya kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk di Kabupaten Asmat Papua, gempa bumi di Banten, tanah longsor di Bogor, erupsi Gunung Sinabung di Karo dan erupsi Gunung Agung di Bali, banjir di Cirebon dna Banyuwangi, gempa bumi di Banjarnegara dan Sumenep.
Dirjen mengungkapkan peran Kementerian Sosial dalam penanggulangan bencana mencakup 3 hal besar. Yakni Penguatan Kapasitas Sosial yang dilakukan pada tahap sebelum terjadi bencana, Asistensi Sosial pada saat terjadi bencana, serta Pemulihan Sosial pada tahap lanjut setelah bencana terjadi.
Pada Tahap Penguatan Kapasitas Sosial, Kemensos (1) membangun Sistem Penanggulangan Bencana Bidang Perlindungan Sosial; (2) menyiapkan sarana dan prasana pendukung; (3) mengembangkan kapasitas SDM Tagana dan relawan sosial; (4) membentuk Kampung Siaga Bencana; (5) membentuk Forum Keserasian Sosial dan Kearifan Lokal; (6) sosialisasi, simulasi, dan gladi lapangan.
Pada Tahap Asistensi Sosial, Kemensos melakukan: (1) mengerahkan Tagana dan relawan sosial lainnya untuk melakukan evakuasi dan asesmen; (2) menyalurkan bantuan dan pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan) dan penanganan khusus bagi kelompok rentan; (3) melakukan advokasi sosial dan layanan dukungan psikososial.
Selanjutnya pada Tahap Pemulihan Sosial, Kemensos melakukan: (1) pemberian bantuan pemulihan berupa santunan sosial, jaminan hidup, dan bantuan stimulan lainnya; (2) advokasi dan layanan dukungan psikososial; (3) melaksanakan rujukan.(Red/Ed)