
“Kemampuan sebuah bangsa untuk survive ditentukan oleh kemampuannya mengambil pelajaran dari setiap tragedi. Apakah kita akan mengabaikan begitu saja COVID-19, padahal telah tercatat sebagai peristiwa yang paling mengubah dunia secara merata sejauh ini,” kata Budi menegaskan, dilansir dari antara.
Pemerintah terus memperlonggar restriksi sosial, termasuk mencabut larangan mudik untuk lebaran tahun 2022, karantina bagi pendatang luar negeri juga sudah dihilangkan. Indonesia mengikuti langkah banyak negara, memilih hidup berdampingan dengan virus corona.
“Indonesia menjalankan skenario menuju transisi pandemi menjadi endemi, alias hidup normal baru,” ujar Budi.
Budi menjelaskan hidup di era normal-baru berarti mengadopsi praktik mitigasi resiko penyebaran virus sebagai kebiasaan atau etika sosial baru. Rutin vaksin, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, harus dipandang sebagai wujud tenggang rasa dan tanggungjawab sosial menjaga diri dan orang lain dari paparan virus.
“Pertama, endemi yang tidak termitigasi bisa kembali berubah menjadi pandemi. Kedua, kajian para pakar menyimpulkan, COVID-19 tidak akan menjadi pandemi. Terakhir, gaya hidup manusia, cara mereka memperlakukan alam, serta dampak perubahan iklim yang semakin terasa, sangat rentan memicu munculnya virus atau biopatogen lain yang sewaktu-waktu bisa merebak menjadi pandemi berikutnya,” jelas Budi.(qq)