Ketika Daya Gugat Sipil Melemah dan Demokrasi Diambang Bahaya

  1. Desak pembukaan draf resmi RUU Polri ke publik. Transparansi adalah langkah pertama untuk mencegah penyalahgunaan.
  2. Aktifkan kembali ruang-ruang masyarakat sipil. Dari kampus, komunitas, media alternatif, hingga ormas harus kembali bersuara.
  3. Perkuat literasi konstitusi dan hukum di masyarakat. Hukum tak boleh hanya menjadi alat kuasa. Ia harus dipahami, diawasi, dan dikritisi.
  4. Bangun koalisi sipil lintas generasi. Reformasi tak bisa ditopang generasi 1998 terus-menerus. Anak muda hari ini perlu diyakinkan bahwa masa depan mereka sedang dipertaruhkan.

Diam adalah Pengkhianatan

Kita tidak sedang hidup di masa damai. Kita hidup di masa *sunyi yang berbahaya. Demokrasi bukan sedang dijaga, tapi sedang dibungkam secara perlahan. Kita tidak dibunuh dengan peluru, tapi dengan pasal-pasal yang kita abaikan.

Jika hari ini kita diam, jangan kaget jika suatu hari nanti kita tak bisa lagi bicara. Karena demokrasi sudah dikunci, dan kunci itu dipegang oleh mereka yang tak pernah mau dikritik.

Anak-anak revolusi harus kembali.
Bukan dengan amarah, tapi dengan kesadaran. Bukan dengan kekacauan, tapi dengan keberanian.
Karena kalau bukan sekarang, kapan lagi? Dan kalau bukan kita yang bersuara, siapa lagi?

Catatan:
Artikel ini ditulis untuk mendorong kesadaran publik atas bahaya revisi UU Polri dan pentingnya menghidupkan kembali kekuatan sipil dalam menjaga demokrasi.

Penulis: Aktivis sosial, pegiat pendidikan & ekonomi kerakyatan, dan mahasiswa Program Doktor Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya**

Leave A Reply

Your email address will not be published.