MADIUN, Harnasnews.com – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta penanganan limbah medis COVID-19 di Tanah Air haruslah maksimal agar tidak menimbulkan masalah kesehatan dan dampak bagi lingkungan.

Menurutnya, limbah medis atau infeksius penanganan COVID-19 yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), akan menjadi sumber penularan baru COVID-19 jika tidak dikelola dengan baik. Ia menilai penanganan limbah medis COVID-19 masih belum maksimal.

“Penanganan limbah medis COVID-19 tidak boleh dianggap sepele. Harus dikerjakan cepat, aman, dan efisien sebagai bagian penting dari upaya mengurangi penyebaran COVID-19 dan penyakit lainnya,” ujar LaNyalla di sela masa reses di Madiun, Jawa Timur, Minggu.

Berdasarkan catatan pemerintah, terdapat sekitar 18.460 ton limbah medis per 27 Juli 2021. Limbah tersebut berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit, puskesmas, RS darurat COVID-19, wisma isolasi, tempat karantina mandiri, hingga uji deteksi, maupun vaksinasi.

Limbah itu antara lain berupa pakaian medis, sarung tangan, “face shield”, baju hazmat, alat pelindung diri, infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, alat PCR, antigen, dan alkohol pembersih swab.

“Saya dengar pemerintah menyiapkan dana Rp1,3 triliun untuk pengelolaan limbah B3 medis tersebut. Dengan dana sebesar itu penanganannya harus lebih sistematis dan tepat,” lanjutnya, dilansir antara.

Pada masa pandemi, produksi limbah medis mencapai sebanyak 383 ton per hari. Sampai saat ini, baru 4,1 persen rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas pembakaran limbah medis B3 atau insinerator yang berizin. Sementara itu ada 20 pelaku usaha pengelolaan limbah di seluruh Indonesia, tetapi hampir semuanya di pulau Jawa.