JAKARTA, Harnasnewa.com – Pengurus Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) Grand Center Point (GCP) Bekasi melaporkan ketuanya berinisial ZH ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya. Dalam laporan resmi bernomor LP/Nomor: TBL/3276/VI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ.
Terlapor dituduh melakukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat Akta Anggaran Dasar P3SRS.
“Laporannya berkaitan dengan dugaan pemalsuan surat Akta Anggaran Dasar organisasi,” kata kuasa hukum dari Amy and Law Firm, Andi M. Yusuf, SH didampingi Erick Filemon Sibuea, SH dan Bernando P. Nababan, SH di Markas Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Andi menjelaskan, dugaan tindakan pemalsuan surat Akta Anggaran Dasar P3SRS nomor 7 yang dilakukan oleh Ketua Dewan P3SRS GCP, ZH.
“Bahwa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga P3SRS hanya dapat diubah jika dikehendaki oleh anggota dan dilakukan melalui Rapat Umum atau Rapat Luar Biasa,” jelasnya.
Andi menambahkan, di dalam Bab XV tentang Perubahan Anggaran Dasar Pasal 34 menyebutkan bahwa pengurus P3SRS hanya dapat diberhentikan dan harus berpedoman pada mekanisme rapat umum sesuai dengan AD/ART.
“Artinya Akta perubahan AD/ART yang dibuat ZH adalah tidak punya landasan hukum dan ilegal karena tidak melalui Rapat Umum Tahunan Anggota (RUTA). Sedangkan RUTA merupakan forum dengan kewenangan atau keputusan yang tertinggi,” jelasnya.
Adapun Hasil RUTA tanggal 14 Maret 2020 dan sesuai berita acaravNo: 01/RUTA/GCP/III/2020 isi keputusannya adalah;
Pertama, menolak laporan pertanggungjawaban (LPJ) pembentukan panitia musyawarah untuk mengadakan Rapat Umum Luar Biasa.
“Dalam pembentukan panitia musyawarah untuk mengadakan Rapat Umum Luar Biasa bahwa tidak ada keputusan RUTA terkait perubahan struktur pengurus P3SRS. Dan tidak ada rekomendasi hasil RUTA yang memutuskan adanya pembuatan perubahan tersebut,” jelas dia.
Kedua, Rapat Umun RUTA merupakan forum dengan kewenangan yang tertinggi untuk mengesahkan program kerja P3SRS, meminta dan menilai serta mengambil keputusan atas pertanggungjawabkan pengurus P3SRS.
“Mengambil keputusan-keputusan dan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh persturan perundang-undangan serta AD/ART. Memilih, menetapkan dan memberhentikan pengurus P3SRS sesuai dengan AD/ART,” jelasnya.
Andi mengatakan, ZH bisa diancam tentang dugaan tindak pidana pemalsuan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (1) angka 1 KUHP.
“Jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun,” ujarnya. (Edr)