
JAKARTA, Harnasnews – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Arief Hidayat menyerukan pentingnya konsolidasi kaum nasionalis untuk mengembalikan politik ke jalan ideologis.
Menurutnya, bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan besar yang tidak kasatmata, namun sangat berbahaya yakni pergeseran nilai dan arah perjuangan.
“Dulu, musuh Bung Karno jelas penjajah, tapi musuh kita sekarang lebih sulit dikenali, karena datang dari bangsa sendiri. Rakus akan kekuasaan, sumber daya dikeruk untuk kepentingan pribadi, bukan untuk rakyat,” kata Arief dalam Halalbihalal DPP PA GMNI bertajuk Memperkuat Kesalehan dan Solidaritas Sosial untuk Indonesia Raya di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu.
Ia menegaskan, dalam situasi ini, kaum nasionalis terutama yang pernah digembleng dalam nilai-nilai GMNI harus berani tampil sebagai kekuatan penyeimbang dan pengarah perubahan.
“Teman-teman GMNI tidak boleh diam. Kita harus jadi pendulum perubahan ke arah yang benar. Kita harus kembalikan politik ke jalan Pancasila, Trisakti, dan Marhaenisme,” ujarnya disambut tepuk tangan para peserta.
Selain itu, Arief menggarisbawahi bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki siklus sejarah 20 hingga 30 tahunan yang selalu diwarnai guncangan besar. Mulai dari Kemerdekaan 1945, jatuhnya Orde Lama 1966, Reformasi 1998, hingga ketidakpastian politik setelah Pemilu 2024.
“Siklus ini pasti membawa kekacauan, tetapi juga peluang lahirnya tata baru. Kalau kita tidak bersiap, kita hanya jadi korban. Tapi kalau kita punya visi, kita bisa memimpin arah baru itu,” jelas Arief.
Menurutnya, PA GMNI memiliki posisi strategis untuk menjadi penjaga arah bangsa. “Bukan karena kita merasa lebih baik, tetapi karena kita punya warisan ideologis yang jelas. Kita punya basis intelektual, moral, dan jaringan alumni yang tersebar di semua lini,” tuturnya.
Adapun acara ini juga menjadi ruang mengenang almarhum Murdaya Poo, tokoh nasionalis dan pengusaha yang juga mantan Ketua Umum DPP PA GMNI. Bagi Arief, sosok Murdaya menjadi bukti bahwa nasionalisme dan keberpihakan pada rakyat tidak bertentangan dengan keberhasilan di dunia usaha.
“Murdaya adalah Marhaenis sejati. Ia membuktikan bahwa menjadi konglomerat tidak berarti harus jadi kapitalis rakus. Ia gunakan kekayaannya untuk membangun banyak hal termasuk perjuangan ideologi. Semoga semangat itu kita lanjutkan,” ucap Arief.
Sebagai bentuk konkret konsolidasi ideologi, PA GMNI memperkenalkan TV Marhaen, sebuah platform media yang bertujuan menjadi wadah penyebaran gagasan nasionalis.
“TV Marhen akan jadi rumah bagi kader-kader ideologis Bung Karno di seluruh Indonesia. Di sinilah kita menggelorakan Pancasila dalam wajah yang modern dan aktual,” tambahnya.
Di akhir pidatonya, Arief mengajak seluruh alumni GMNI untuk tidak terjebak dalam romantisme sejarah, melainkan menjadikan nilai-nilai ideologis sebagai panduan konkret dalam bertindak.
“Nasionalisme kita bukan nostalgia. Ini soal keberpihakan. Kita harus berani mengatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah, meski harus melawan arus. Jangan sampai kita kehilangan Ibu Pertiwi karena kita terlalu diam. Jangan biarkan surga bernama Indonesia berubah jadi neraka karena keserakahan,” ujarnya, dilansir dari antara.
Acara ini turut dihadiri ratusan alumni GMNI dari berbagai daerah, serta tokoh-tokoh nasionalis lintas generasi. Semangat untuk memperkuat barisan ideologis tampak menjadi benang merah dari seluruh sesi diskusi dan refleksi kebangsaan malam itu. (sls)