“Hal ini yang menjadi indikasi kuat bahwa pembangunan Ibu Kota tidak murni untuk kepentingan rakyat, tetapi pundi-pundi keuntungan akan mengalir deras ke kantung pengusaha, lebih spesifik orang sekeliling istana,” ujarnya.
Keempat, ada potensi pengabaian hak atas lingkungan yang baik dan sehat dalam pembangunan IKN Nusantara. Fatia menjelaskan, permasalahan lingkungan akibat aktivitas pertambangan masih menjadi persoalan di Kalimantan.
Alih-alih menyelesaikan persoalan tersebut, pemerintah justru berambisi membangun IKN yang berarti memindahkan masalah lingkungan di Jakarta ke Kalimantan.
Pemerintah, lanjut Fatia, seharusnya bertanggung jawab terlebih dahulu dengan membenahi permasalahan lingkungan yang ada atas risiko dari diberikannya izin pertambangan bagi sejumlah korporasi.
“Nihilnya perhatian Pemerintah untuk melakukan pengawasan hingga pemulihan atas lingkungan di Kalimantan tentu menimbulkan potensi diabaikannya pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam pembangunan IKN,” kata dia, dikutip dari republika.
Kelima, pembangunan IKN yang memakan biaya besar itu belum memiliki urgensi yang signifikan. Sebab, Indonesia masih harus mengedepankan pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
“Dibandingkan menghamburkan uang untuk memenuhi hasrat Presiden untuk meninggalkan legacy politik di 2024,” ujar dia.
Atas berbagai permasalahan dan permintaan untuk mengevaluasi rencana pembangunan IKN, Fatia meminta lembaga pengawas seperti Komnas HAM, KPK, dan Ombudsman untuk aktif mengawasi pemerintah. Terutama pengawasan atas berbagai kebijakan maupun keputusan dalam proses pembangunan IKN, sesuai prinsip clean and good governance.(qq)