JAKARTA,Harnasnews.Com – Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, selama terus mengusung jargon perubahan di partai ini. Ia acapkali mengumandangkan Golkar “Bersih” sebagai branding baru. Branding tersebut, sangat bagus dan mampu mengangkat elektabilitas partai. Belum lama setelah pengangkatan sosok yang saat ini menjabat Menteri Perindustrian menjadi Ketum Golkar. Dampak dari semua itu adalah elektabilitas Golkar langsung bergerak naik. Demikian diungkapkan pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing.
Tentu, respon positif dari masyarakat tersebut harus dirawat dengan kebijakan, program dan perilaku politik seluruh kader Golkar ke depan, utamanya dalam menyusun komposisi kepengurusan DPP. Bila tidak dirawat, bisa terjadi elekatabilitas Golkar kembali menurun drastis. Sebab, harus diakui bahwa Golkar saat ini berada pada proses pemulihan sehingga perlu langkah kehati-hatian.
“Sebagai contoh, pekan ini ada reaksi publik tentang pengangkatan Bambang Soesatyo (BS) sebagai Ketua DPR-RI. Pandangan miring muncul dari bebagai kalangan terkait pengangkatan tersebut. Ada yang mengatakan, pengangkatan BS oleh Golkar menjadi Ketua DPR-RI, sebagai menggali kubur sendiri. LSM anti korupsi pun menyarankan agar BS ditarik kembali dari kursi Ketua DPR-RI. Bahkan KPK menegaskan tetap memeriksa BS dalam kasus e-KTP. Reaksi ini sebagai bukti penolakan Bambang sebagai Ketua DPR-RI. Tentu, ini menjadi embrio beban bagi Airlangga untuk memimpin Golkar dan menghadapi persaingan politik pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019,” ungkap Sihombing seperti dalam keterangan tertulisnya yang diterima garudanews.id, Rabu, (17/1).
Lebih lanjut Emrus menjabarkan, Pertama, bersih dari perilaku koruptif. Untuk itu, sebelum mengangkat seseorang duduk di posisi tertentu di DPP Golkar, sebaiknya Airlangga meminta masukan dan informasi dari KPK tentang pontensi orang tersebut terlibat korupsi. Kedua, kata dia, tim kepengurusan DPP sejatinya orang yang berjuang selama ini menggelorakan Golkar “bersih”.
“Menurut pengamatan saya, tidak sedikit kader Golkar yang punya idealisme dan integritas kukuh. Sosok yang sering mengelorakan Golkar bersih, misalnya, seperti Zainal Bintang dan Palar Batubara dari tokoh senior, Airlangga Hartarto dari generasi antara dan Ahmad Doli Kurnia, H. Supriyadi, MT,S. Sos. serta Muslim Jaya Butar-butar representasi tokoh generasi muda. Mereka ini konsisten dan terus berjuang membawa Golkar besih yang berujung diselenggarakannya Munaslub Desember 2017, sebulan yang lalu. Untuk itu, kepengurusan Golkar di bawah kepemimpinan AH, sebaiknya orang baru dari kader lama. Saran saya, pengurus lama mengambil sikap legowo untuk tidak masuk di DPP,” ujar dosen pasca sarjana ini.
Ketiga, pengurus DPP setidaknya sudah lima tahun menjadi kader Golkar yang dibuktikan dengan KTA. Tim kepengurusan DPP diisi oleh kader Golkar yang sudah banyak makan “asam-garam” di Golkar. Kader yang masih seumur jagung, sebaiknya tidak diikutsertakan dalam susunan DPP. Sebab, kader baru ini belum mengetahui, memahami apalagi menghayati perjuangan ideologi politik Golkar. Di samping itu, bila kader seumur jagung duduk di DPP, dipastikan menimbulkan kecemburuan sosial di internal Golkar sendiri.