Kunjungan Anggota DPR RI Ke Proyek Meikarta, Periksa Keberadaan Pelanggaran Ketenagakerjaan TKA
NASIONAL
KABUPATEN BEKASI,Harnasnews.com – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke lokasi mega proyek Meikarta, dan menemukan adanya pelanggaran ketenagakerjaan terkait masalah upah.
Sebab, gaji para pekerja di proyek pembangunan apartemen tersebut, dinilai tidak sesuai upah minimum dan keikutsertaan jaminan kesehatan melalui program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
”Awalnya, kunjungan kami menindaklanjuti adanya informasi terkait ribuan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China ilegal bekerja di mega proyek Meikarta. Masalah TKA illegal kami tidak menemukannya. Kami tidak ketemu pekerja kasar asing, tapi malah menemukan adanya pelanggaran ketenagakerjaan mengenai upah,” beber Ketua Komisi IX DPR-RI, Felly Estelita Runtunawe, belum lama ini.
Menurut Felly, lantaran waktu kunjungan hanya sebentar dan tidak lama, karena kondisi cuaca yang kurang bersahabat, sehingga hasilnya tidak maksimal, dan kesulitan menemukan keberadaan para TKA ilegal.
Namun, dari hasil komunikasi dengan sejumlah pekerja, Komisi IX, mendapati banyak papan petunjuk kerja yang berbahasa China.
”Masalah TKA ilegal kami tidak ketemu, baik pekerja kasar maupun tenaga ahli. Dan kami tidak tau yang pekerja asing ditempatkan dimana, apakah di kantor atau di lapangan. Namun kami melihat ada petunjuk di papan dalam bahasa asing. Jadi, itu menjadi perhatian kami,” terang Felly.
Ia juga meminta agar pihak Meikarta mengikuti aturan yang berlaku. Hal itu berkaitan dengan banyak informasi tentang keberadaan TKA yang dipekerjakan di proyek tersebut.
”Kami minta kepada pihak manajemen Meikarta supaya mengikuti aturan yang berlaku, supaya tidak menimbulkan masalah,” saran Felly.
Di tempat yang sama. Anggota Komisi XI DPR, Obon Tabroni menjelaskan, pelanggaran ketenagerjaan yang terjadi di proyek Meikarta, yakni pembayaran upah pekerja yang tidak sesuai. Bahkan dia menyampaikan, pelanggaran itu bisa berujung pidana.
”Saya sudah komunikasi langsung dengan pekerja, mereka hanya dibayar per hari Rp 100 ribu, dan itu sangat tidak sesuai,” tegasnya.
Selain itu, tambah Obon, ditemukan juga para pekerja proyek yang tidak diikutsertakan dalam jaminan sosial, baik kesehatan maupun ketenagakerjaan. Padahal, pekerjaan yang mereka lakukan memiliki risiko tinggi.
”Kami menemukan para pekerja tidak diikutsertakan sebagai peserta BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Jika mereka sakit atau mengalami kecelakaan kerja, kalau harus bayar sendiri kan mahal,” sesalnya.
Lanjut pria yang juga menjabat sebagai Deputi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini, dari hasil Sidak yang dilakukan, Komisi IX DPR akan membahas ulang dalam rapat.
”Jadi nanti dari hasil rapat itu, apakah nanti ada rekomendasi atau panitia kerja, tergantung dari kesepakatan,” terang Obon.
Sementara itu, Komisaris PT Lippo Cikarang, Ali Said berkilah, mengenai persoalan upah tidak dapat diukur. Upah yang diberikan bersifat relatif dari perusahaan yang memberi pekerjaan.
Adapun terkait keberadaan TKA, Ali menyatakan, tidak ada pelanggaran yang dilakukan. Jumlah TKA di Meikarta tidak lebih empat persen dari keseluruhan pekerja. Namun, Ali tidak menyebutkan jumlah pekerja secara keseluruhan walaupun tidak lebih dari empat persen.
”Sebanyak 94 persen pekerja di proyek Meikarta ini adalah tenaga kerja lokal, dan selebihnya TKA yang punya keahlian, jika sebuah pekerjaan tidak bisa dikerjakan oleh pekerja lokal. Jadi persentasenya sedikit sekali hanya empat persen,” tukas Ali.
Dia malah menuding, adanya isu ribuan TKA di mega proyek Meikarta seperti yang disampaikan DPRD Kabupaten Bekasi, itu hoaks. Informasi itu tidak benar.
Sedangkan Direktur Pembinaan dan Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Gasmahadi membeberkan, jumlah TKA di proyek Meikarta sebanyak 86 orang. Tapi jumlah tersebut akan bertambah hingga menjadi 199 orang.
”Jumlah TKA di mega proyek Meikarta yang sudah ada di database kami sebanyak 199 orang, dan sudah masuk ke Indonesia 86 orang,” terangnya. (Sygy)