JAKARTA,Harnasnews – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan kembali ke UUD 45 naskah asli yang kemudian dilakukan penyempurnaan dengan cara adendum adalah salah satu cara mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
LaNyalla menegaskan, keadilan sosial sulit diwujudkan karena oligarki mampu menguasai dan mendominasi simpul-simpul kekuasaan negara.
“Mengapa itu bisa terjadi? Karena perubahan Konstitusi tahun 1999 hingga 2002 telah membuka peluang terjadinya dominasi segelintir orang untuk menguasai dan menguras kekayaan negara ini,” kata LaNyalla dalam Dialog Nasional Peringatan Dies Natalis ke-61 IKAMI Sulawesi Selatan di Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Untuk itu, lanjut LaNyalla, sejak dilantik sebagai Ketua DPD RI pada Oktober 2019, dirinya turun ke daerah untuk melihat dan mendengar langsung aspirasi dan permasalahan yang dihadapi daerah dan stakeholder yang ada di daerah.
“Saya sudah keliling ke 34 Provinsi di Indonesia dan lebih dari 300 Kota dan Kabupaten di Indonesia. Saya menemukan satu kesimpulan, mengapa hampir semua permasalahan di daerah sama. Mulai dari persoalan sumber daya alam daerah yang terkuras, hingga kemiskinan struktural dan indeks kemandirian fiskal daerah yang jauh dari kata mandiri. Ternyata akar persoalannya ada di wilayah hulu yaitu ketidakadilan sosial,” kata dia.
Untuk itulah, lanjut LaNyalla, pembenahan atau koreksi atas hal itu harus dilakukan di wilayah hulu. Bukan di wilayah hilir.
“Karena itu belakangan ini saya keliling Indonesia untuk menawarkan gagasan dan pikiran. Bahwa bangsa ini harus kembali berdaulat atas bumi air dan kekayaan alam yang merupakan anugerah dari Allah SWT,” tutur pria berdarah Bugis itu.
“Kalau kita mau jujur, apakah arah
perjalanan bangsa ini semakin menuju apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, atau semakin menjauh dari cita-cita yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Silakan dijawab,” katanya lagi.
Oleh karena itu, LaNyalla terus berkampanye untuk menata ulang Indonesia, bukan soal Copras-Capres. Hal ini dilakukan demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat bagi anak cucu.
“Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter,” ungkap dia.
Ditambahkan LaNyalla, para pendiri bangsa sudah merumuskan Pancasila sebagai sistem yang paling ideal untuk bangsa yang super majemuk, dengan ratusan pulau yang berpenghuni, yang terpisah-pisah oleh lautan, dengan lebih dari 500 suku penghuni di pulau-pulau tersebut.
Karena, hanya sistem Demokrasi Pancasila yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari unsur perwakilan dan unsur penjelmaan rakyat.
“Ciri utama dan yang mutlak harus ada dalam Sistem Demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, yang terpisah-pisah, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini. Sehingga terjadi perwakilan rakyat dan penjelmaan rakyat,” jelasnya.
“Itulah konsepsi sistem bernegara Indonesia yang tertuang di dalam Naskah Asli UUD 1945. Dimana terdapat unsur dari Partai Politik, utusan daerah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote dan unsur dari golongan-golongan yang lengkap. Sehingga utuhlah demokrasi kita,” imbuhnya.
Untuk kemudian, lanjutnya, mereka bersama-sama menyusun arah perjalanan bangsa melalui GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai mandataris atau petugas yang diberi mandat. Sehingga Presiden adalah petugas rakyat. Bukan petugas partai.
“Mari kita satukan tekad untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa. Untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi,” katanya.
Tetapi tak bisa dipungkiri, lanjutnya, Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli wajib dan harus disempurnakan. Agar tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru.
Sementara Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota DPD dari Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung, menilai yang disampaikan LaNyalla sangat komprehensif dan substantif.
“Oleh karena itu, gagasan tersebut harus menjadi referensi diskusi dan aksi semua anggota IKAMI,” tukasnya.
Menurut Tamsil Linrung, bangsa ini memang semakin menjauh dari cita-cita dan tujuan nasional. Indikasinya sudah tampak nyata.
“Misalnya utang negara yang semakin bertambah dan ini nanti akan diwariskan ke anak cucu kita,” ujar dia.
Ditambahkan oleh Tamsil, sebenarnya DPD RI bisa berperan maksimal dalam membantu mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat jika kewenangan DPD diperluas yaitu ikut membahas UU bersama DPR.
“Kalau kita bisa ikut bahas, pastilah soal dana transfer ke daerah akan diperjuangkan oleh anggota DPD. Juga dana desa yang sejak tahun 2017 sebesar 401 Triliun itu. Inilah perlunya amandemen Konstitusi seperti yang disampaikan Ketua DPD RI,” ungkapnya.
Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan, Rahmat Al Kahfi, Wakil Ketua BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), Wahidah Laomo, Ketua Kerukunan Keluarga Pinrang, Abdullah Natsir, Kepala Badan Penghubung Sulawesi Selatan di Jakarta, Andi Erwin Terwo yang mewakili Gubernur Sulawesi Selatan, para narasumber dialog dan anggota IKAMI Sulsel.(*)