BANGKA, Harnasnews – Persaudaraan Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Bangka Belitung mendukung Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bersinergi dalam mengusut kasus mega korupsi PT Timah yang diduga telah merugikan keuangan negara hingga 271 triliun rupiah.
Koordinator Aktivis LMND Bangka Belitung Ricky Banjarnahor meminta agar Kejaksaan Agung dan KPK menjalin sinergitas dalam penanganan kasus korupsi PT Timah di Bangka Belitung (Babel).
“Sebagai warga Bangka Belitung kami merasa miris sekaligus terkejut dengan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara hingga 271 triliun rupiah tersebut. Padahal, di satu sisi ketimpangan ekonomi di sana cukup menganga. Namun di sisi lain ada sekelompok orang yang mengeruk kekayaan dan sumber daya alam di Babel untuk kepentingan dirinya. Dan ini bagi kami sangat menyakitkan,” kata Ricky dalam keterangannya kepada wartawan di Bangka Belitung, Sabtu (13/4/2024).
Oleh karena itu, lanjut Ricky, pihaknya meminta agar Kejagung dan KPK untuk bersinergi guna mengusut kasus mega korupsi PT Timah itu sampai tuntas.
Menurut dia, sinergitas itu dilakukan guna menghindari konflik kepentingan. Sehingga antarlembaga hukum saling mengawasi.
“Dan kami harapkan agar kasus tersebut dapat mengungkap siapa pelaku utama dan aktor di balik kasus mega korupsi itu. Dan masyarakat Babel pun tentu mengharapkan jangan sampai kasus itu masuk angin. Nah jika ada sinergi antarlembaga hukum maka satu sama lain saling mengawasi,” katanya.
Ricky mengaku geram dengan ulah para koruptor yang menyedot kekayaan negara namun hanya memperkaya diri tanpa melihat aspek sosial dan ekonomi masyarakat yang ada di Bangka Belitung.
“Gila, sebanyak 271 triliun uang rakyat digarong untuk hidup mewah. Bayangkan di tengah jutaan masyarakat yang berjuang untuk bertahan hidup ada orang seperti Harvey Moeis dan Helena Lim hidup mewah dari hasil tambang koridor,” ungkap Ricky dengan geram.
Padahal, kata Ricky, nilai korupsi yang dikabarkan mencapai 271 triliun itu jika dibagi kepada 280 juta penduduk Indonesia maka perjiwa akan mendapat Rp964.285.
“Itu baru sektor pertambangan timah, bagaimana dengan kebocoran-kebocoran tambang koridor lainnya,” tegas Ricky.
Bila melihat sumber kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia ini jika untuk mensejahterakan rakyatnya itu bukan sekedar ilusi. Namun hal itu dapat terwujud bila negara ini dikelola oleh orang yang berani dan jujur.
“Jadi tidak salah menurut perhitungan KPK setiap warga negara Indonesia mendapatkan 20 juta rupiah perbulannya dari keuntungan sektor tambang. Tapi faktanya hasil tambang hanya dinikmati oleh segelintir pejabat dan sekelompok pengusaha di Indonesia. Nah, praktik ini tentunya harus segera dihentikan,” pinta Ricky.
Ricky juga mengungkapkan bahwa penambangan koridor bukan hanya di Bangka Belitung dan pemainnya pun bukan hanya Harvey Moeis saja.
“Di luar sana, tentu ada potensi kebocoran uang negara. Di antaranya praktik tambang nikel di daerah lainnya,” ungkap Ricky.
Untuk itu, ia meminta kepada para pemangku kebijakan di Indonesia untuk belajar dari kasus Harvey Moeis bahwa masyarakat ini bukan bangsa kuli.
“Masyarakat kita ini pekerja keras bukan bukan pemalas, namun lebih percaya pada aturan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah. Tapi sialnya pejabat kita malah kongkalikong merampok kekayaan alam kita seperti bekerjasama dengan seorang Harvey Moeis dan memonopoli apa yang seharusnya menjadi hak masyarakat,” pungkasnya.**