LPKAN Indonesia : Mundurnya Tiga Pimpinan KPK Tidak Profesional dan Memberikan Pesan Kurang Mendidik Kepada Publik
SURABAYA,Harnasnews.com – Ketua Umum Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Indonesia, R. Mohammad Ali, menanggapi sikap ketiga Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2015 – 2019 yang mungundurkan diri, menyerahkan mandat dan tanggung jawab kepada Presiden Joko Widodo adalah bentuk kekecewaan yang sangat disayangkan oleh banyak pihak.
Tiga Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Ketua Agus Rahardjo bersama Wakil Ketua Saut Situmorang dan La Ode menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan Saut Situmorang telah mengumumkan pengunduran diri sebagai Pimpinan KPK kepada Publik merupakan langkah yang kurang mendidik, dan memberikan stigma negatif bagi Lembaga yang dipimpinnya dalam mengakhiri masa jabatan.
“Sangat disayangkan, ketiga Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mundur, padahal masih ada waktu 3 bulan ke depan. Sikap Pimpinan KPK yang menyatakan mundur, itu berarti secara otomatis membuat fungsi komisioner tidak berjalan sebagaimana mestinya, seharusnya KPK menahan diri agar bisa mengambil keputusan luar biasa sebagai penutup kinerja”, ujar Mohammad Ali.
Mohammad Ali menambahkan pro-kontra dalam negara demokrasi, itu adalah hal yang lumrah, sebagai bukti jika demokrasi berjalan sehat. Tak perlu kecewa atas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, seharusnya duduk bareng KPK dan DPR RI untuk mencari solusi, jangan terkesan tidak profesional, dan kekanak- kanakan.
Senada dengan Mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang juga Ketua Dewan Pembina LPKAN Indonesia menyesalkan sikap pimpinan lembaga anti rasuah yang mengembalikan mandat dan tanggungjawab ke Presiden Jokowi menyusul kisruh Revisi Undang-Undang KPK yang disetujui DPR dan pemerintah. Harusnya tiga pimpinan KPK tetap bertanggung jawab dan menjaga KPK secara kelembagaan dan personil sampai dengan akhir masa jabatannya.
“KPK ini sekarang sudah berusia 17 tahun seharusnya lebih dewasa. Saya pribadi sangat menyesalkan sikap Ketua KPK sekarang, kenapa menyerahkan KPK ke Pak Jokowi, saya menilai keputusan tersebut sebagai sikap yang kurang tepat, tidak dewasa dan tidak gentleman”, ujar Antasari.
Terkait revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, Antasari mendukung langkah tersebut. Apalagi sudah menjadi keputusan presiden. Revisi tersebut diyakini akan lebih memperkuat KPK dalam menangani kasus korupsi.
“Ini sudah keputusan presiden kok, presiden setuju revisi, jangan disalah artikan niatan Jokowi menyetujui revisi UU KPK sebagai upaya melemahkan lembaga antirasuah. Saya melihat revisi itu akan menjadikan KPK menjadi lebih kuat,” ujarnya lagi.
Mengenai poin penyadapan, menurut Antasari hal tersebut memang diperlukan, namun tetap harus diawasi oleh dewan pengawas. Sehingga tidak perlu melibatkan pihak eksternal.
“Penyadapan itu bisa dijadikan sebagai alat bukti. Itu hanya bisa dilakukan setelah ada surat perintah penyelidikan. Ini biasa dilakukan semasa saya menjabat ketua KPK,” tegasnya.
Antasari menambahkan, para komisioner seharusnya tidak mengambil langkah mundur. Apalagi saat ini lembaga antirasuah itu tengah dikritik banyak pihak.
”Kondisi KPK seperti ini malah ada masalah internal. Harusnya pimpinannya menjaga, bukannya malah mundur dan menyerahkan ke presiden. Ini tindakan cengeng, tidak dewasa,” ucapnya.
Dengan situasi semacam ini, kata Antasari, seharusnya pimpinan KPK bertahan dengan menjaga lembaga dan menjaga sumber daya manusia di dalamnya.
”Apapun gangguannya mereka harus tetap bertahan memberantas korupsi”, tandas Antasari.
Abdul Rasyid, S.Ag. Sekretaris Jenderal LPKAN Indonesia, dalam keterangan persnya, juga menyampaikan, bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang Demokratis, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus berdasarkan hukum demi terwujudnya rasa keadilan tanpa terkecuali bagi siapapun mereka baik kaum elit mapun kaum alit harus tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“KPK adalah sebuah lembaga negara yang independen, didalamnya juga manusia biasa, yang harus diawasi dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggungjawabnya agar tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum, dan tindakan yang tidak sesuai dengan proses, prosedur, dan mekanisme hukum yang berlaku”, ujar Rasyid.
Abdul Rasyid, menambahkan kepada awak media, “KPK sudah berapa kali kalah dalam sidang praperadilan..?”
“KPK ketika dikritik yang konstruktif dan solutif jangan disalah artikan “Pelemahan KPK” apalagi memberikan stigma kepada publik yang sangat ekstrim dengan narasi yang sensitif dan sensasional “pembubaran KPK”, bukankah KPK bersifat ad hoc yang sewaktu-waktu dapat dibubarkan berdasarkan UU ?, tegas Rasyid
“Semua Lembaga Negara baik Ekeskutif, Legislatif, maupun Yudikatif butuh pengawasan, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Semua Lembaga Negara butuh keseimbangan, agar rasa Keadilan dapat terwujudkan”, pungkasnya.(Red/Nd)