JAKARTA, Harnasnews – Pencopotan Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK dinilai sarat dengan muatan politis. Hal tersebut dikatakan mantan Pimpinan KPK Saut Situmorang.
Bahkan, sejumlah pihak mulai dari pakar hukum tata negara, guru besar politik juga ramai-ramai menyatakan pendapat yang sama terkait dengan pencopotan Endar.
Saut mengungkapkan, lembaga antikorupsi itu tidak menepati komitmen semua badan antirasuah di seluruh dunia, yang dibuat pada 2012 lalu saat berkumpul di Jakarta.
“Sangat naif kalau kita bilang tidak ada motif politis,” kata Saut.
Saut menjelaskan dalam pertemuan itu, badan antikorupsi sepakat untuk menjalankan setidaknya tiga komitmen.
Pertama, kesepakatan untuk tidak memecat ketua KPK secara sembarangan. Kedua, ketua KPK tak boleh menyalahgunakan wewenang, termasuk memecat bawahannya. Lalu ketiga, melindungi pekerja.
“Sekarang dunia internasional melihat ‘eh itu komitmen Jakarta enggak ditepatin. Kok lu pulangin itu orang sembarangan?’ Enggak jelas juntrungannya,” kata Saut dilansir dari CNN.
Tak cuma Saut, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana juga mengakui pencopotan jenderal bintang satu Polri itu memang bermotivasi politis.
Denny berujar hal itu terlihat dalam sejumlah kasus di KPK yang menurutnya menjadi bagian dari strategi pemenangan Pemilu 2024.
“Boleh dibantah, tapi ini menjadi rahasia publik. Ketua yang ini kasusnya a, b, c. Tokoh yang itu kasusnya a, b, c, sehingga kemudian hukum menjadi daya tawar, bargaining, untuk Anda berposisi di mana berkoalisi di mana,” kata Denny.
Menurut Denny, masalah yang kini menerpa KPK bukan cuma perkara pencopotan Endar, melainkan juga sederet kasus lainnya termasuk soal kebocoran dokumen diduga hasil penyelidikan KPK di media sosial baru-baru ini.
“Jadi kami datang [ke KPK beberapa waktu lalu] untuk (mengingatkan) “KPK, stop. Jangan jadi bagian dari pertarungan politik”. Karena sangat bahaya bagi KPK,” ucap Denny.
Guru Besar Politik dan Keamanan Unpad Prof Muradi juga setuju bahwa pemecatan Endar punya tujuan politik.
Namun menurut Muradi, motivasi politik itu justru bukan untuk menguntungkan rezim saat ini, melainkan menguntungkan “calon yang lain”. Dia tak merinci siapa calon yang berbeda tersebut.
“Kalau pun lihat dari [politik] 2024, saya kira Pak Jokowi apa legacy yang mau beliau bangun? Menjaga tadi, supaya lembaga-lembaganya hidup rukun dan membangun proses demokrasi yang lebih baik. Saya sih enggak melihat ada motif yang kemudian memaksakan orang untuk didorong supaya jadi Pilpres 2024 dan sebagainya,” ucapnya.
Pernyataan-pernyataan ini dilontarkan di tengah ribut-ribut KPK usai pemecatan Endar dari jabatannya di Direktur Penyelidikan Lembaga Antirasuah itu.
KPK menjelaskan pencopotan itu dilakukan lantaran masa penugasan Endar telah habis per 31 Maret 2023.
Endar lantas melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan Sekretaris Jenderal Cahya Hardianto Harefa ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik terkait keputusan pemberhentian dengan hormat dan pengembalian dirinya ke instansi Polri.
Endar mempermasalahkan surat keputusan perihal pemberhentian dengan hormat yang ditandatangani Cahya Harefa dan surat penghadapan ke instansi Polri yang ditandatangani Firli.
Menurut Endar, sebelum itu sudah ada surat yang dikirim Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tertanggal 29 Maret 2023 yang memerintahkan perpanjangan penugasan dirinya sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Selain masalah Endar, KPK juga dihujani kritik setelah beredar di media sosial dokumen diduga laporan hasil penyelidikan KPK.
Dokumen tersebut ditemukan saat Tim Penindakan KPK menggeledah kantor Kementerian ESDM, tepatnya di ruangan Kepala Biro Hukum dengan inisial X.
Padahal, laporan tersebut bersifat rahasia dan hanya diperuntukkan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas penyelidikan kepada Pimpinan KPK.
Atas temuan itu, X diinterogasi dan diketahui bahwa dokumen tersebut diperoleh dari Menteri ESDM Arifin Tasrif yang menerima dari Mr. F (Pimpinan KPK).
Merespons dugaan kepentingan politik di balik pemecatan Endar, Kepala Bagian Pemberitaan KPKAliFikri mengaku kecewa karena pernyataan itu terlontar dari sosok yang dianggap sebagai pejuang anti korupsi.
“Kami sangat menyayangkan pernyataan tokoh yang sejauh ini dikenal masyarakat sebagai pejuang anti korupsi, yang selalu berdiri tegak bersama KPK dan masyarakat,” ujarAliFikrivia pesan singkat, Rabu (19/4).
Ali menegaskan KPK tidak akan terpengaruh oleh pernyataan yang diutarakan oleh Denny sebelumnya. MenurutAli, lembaga antirasuah itu justru menuding adanya politik praktis di balik pernyataan para pengkritik KPK.
“Merekalah yang sesungguhnya sedang berpolitik praktis. Ada kepentingan kelompoknya dibalik pernyataannya,” kataAli.
“Tentu KPK tidak terpengaruh sama sekali dengan narasi dan upaya-upaya sistematis, sengaja menghambat penegakan hukum tindak pidana korupsi,” ujarnya. ***