SUMBAWA,Harnasnews – Terkait persoalan Kepala Desa Labuhan Jambu Muskil Hartsya tentang dugaan pembelian tanah Fiktif senilai Rp 186 juta pada 2019 lalu sekretaris Badan Inspektorat I Made Patria menegaskan bahwa memang benar ada surat masyarakat masuk ke Inspektorat yang meminta untuk riksus.
“Sudah saya sarankan agar suratnya ditujukan kepada Bupati. Karena kami bekerja atas perintah Bupati. Dan sampai saat ini belum ada surat dari Bupati tersebut,”ungkapnya.(16/3).
Menurutnya, kalau tembusan suratnya ada di kita (Inspektorat red). Nah, kalau sampai tidak turun surat bupati kemungkinan kami akan melakukan pemeriksaan ( reguler).
“Kalau masyarakat minta riksus berarti sama dengan kasus PDAM. Dan itu harus alamatnya ke Bupati. Sudah kita komunikasikan dengan masyarakat di sana. Tetapi sampai saat ini apakah suratnya sudah dikirim ke Bupati atau tidak kami belum tahu. Jika sudah dikirim ke Bupati berarti kita tunggu disposisinya dari Bupati,”ujarnya.
Seperti pada berita sebelumnya bahwa bahwa pengadaan tanah di Desa Labuan Jambu Kecamatan Tarano Kabupaten Sumbawa yang menggunakan dana APBDes Perubahan Tahun 2019 senilai Rp 168 juta, dipersoalkan sekelompok warga setempat. Mereka menduga adanya pelanggaran mekanisme pembelian tanah. Selain itu diduga tanah tersebut tidak ada dan anggarannya sudah dicairkan. Dugaan inilah yang dilaporkan perwakilan warga Labuan Jambu ke Kejaksaan Negeri Sumbawa, Polres Sumbawa, dan Inspektorat Daerah Sumbawa, Selasa (8/3) pagi tadi.
HM Ardi Abbas didampingi Ardimansyah dan M. Khaerunnas Habibi selaku perwakilan warga yang ditemui usai menemui Kasi Pidana Khusus Kejari Sumbawa, mengakui telah melaporkan dugaan tindakan penyalahgunaan mekanisme anggaran pelaksanaan pengadaan atau pembelian tanah desa menggunakan APBDes Perubahan 2019 Desa Labuan Jambu Kecamatan Tarano.
Haji Ardi Abbas mengatakan, sebelumnya dia menjabat sebagai Ketua BPD Labuan Jambu hingga 2019. Dalam APBDes 2019 diusulkan pembentukan BUM Desa senilai Rp 147.191.000. Namun setelah dirinya diganti pada Maret 2019, dilakukan perubahan APBDes sehingga usulan pembentukan BUMDesa itu tidak tertuang, dan muncul item baru yaitu belanja modal pembebasan/pembelian tanah aset desa sebesar Rp 168 juta.
Tapi dalam proses pembelian tanah tersebut diduga melakukan pelanggaran mekanisme. Selain itu tanah yang dibeli untuk dijadikan aset desa diduga tidak ada, karena yang diklaim pemerintah desa justru lahan milik warga setempat bernama Nurma.
Karena itu Ia mendesak aparat hukum terutama kejaksaan, kepolisian dan inspektorat untuk melakukan investigasi dan langkah-langkah hukum terhadap adanya indikasi kerugian keuangan Negara, dengan memproses oknum kades. Haji Ardi juga meminta dilakukan pemeriksaan khusus (Riksus) anggaran APBD Labuan Jambu Tahun 2019—2022, serta dibentuk tim pencari fakta.
“Kami harap segera memanggil dan memeriksa oknum kepala desa maupun siapapun yang terlibat dalam persoalan tersebut,” tegasnya.
Kades Labuan Jambu, Musykil Hartsah, S.Pd yang dikonfirmasi, mempersilahkan melaporkan dugaan tersebut, karena menjadi hak warga Negara. Namun apa yang diduga itu, tidak benar. Sebab pengadaan tanah desa menyusul ditetapkannya Labuan Jambu sebagai desa wisata terintegrasi, telah sesuai mekanisme. Pengadaan tanah seluas 1 hektar lebih tersebut ungkap Musykil yang juga Kader HMI ini, dilakukan menggunakan anggaran APBDes Perubahan Tahun 2019 sebesar Rp 168 juta.
Dalam transaksi jual beli dengan Amrin selaku pemilik tanah, disepakati harganya Rp 150 juta. Kalau digabungkan dengan pajak totalnya mencapai Rp 168 juta. Jika dibandingkan dengan tanah di dekatnya, harga Rp 150 juta itu sangat murah, karena lokasinya strategis dan berada di pinggir jalan. “Melihat peluang ini kami menggelar rapat menghadirkan BPD sehingga disetujui dilakukan pembayaran tanah itu,” ujar Musykil.
Sebelum dibayar lanjut Kades, pihaknya memanggil para pihak yang berkaitan dengan tanah dimaksud. Yaitu Nurma dan Nurwahidah—keduanya adik kandung Amrin. Sebab kedua wanita itu ada di Labu Jambu, sementara Amrin bertugas di Palu sebagai pegawai Kementerian Perhubungan. Dalam pertemuan dibahas mana yang menjadi bagian Amrin, Nurma dan Nurwahidah. Keduanya menyebutkan bagian-bagian mereka termasuk bagian hak dari Amrin. Hak dari Amrin inilah yang dibayar. Pembayaran tanah ini dibuktikan dengan berita acara, kwitansi jual beli dan SPPT.
Artinya secara mekanisme pembelian tanah, menurut Kades Musykil, itu sudah sesuai. Demikian dengan fisik tanah juga ada, meski dalam perjalanannya tanah yang telah dibeli dari Amrin ini dipersoalkan oleh Nurma, sehingga proyek besar dari Kementerian PUPR untuk pengembangan pariwisata Labuan Jambu senilai miliaran rupiah, gagal, dan dialihkan ke Desa Labuan Aji Kecamatan Badas. “Kita sudah ketinggalan satu momentum karena proyek ini batal akibat adanya persoalan tanah ini,” imbuhnya.
Mengenai pembelian tanah yang tidak melibatkan appraisal, diakui Kades Musykil. Untuk membayar appraisal harus menggunakan dana APBDes dan besarnya mencapai Rp 50 juta. Atas pertimbangan inilah, pihaknya tidak menggunakan appraisal, untuk berhemat. “Intinya kami melakukan pembayaran tanah atas dasar musyarawah di tingkat desa. APBDes juga sudah dievaluasi di tingkat kecamatan maupun kabupaten, dan tidak ada persoalan. Kalaupun nanti secara hukum yang dilakukannya salah, kami siap melaksanakan keputusan hukum termasuk mengembalikan uang pengadaan tanah itu,” pungkasnya. (Her)