JAKARTA,Harnasnews.com – Lemparan bola panas DPR pertama berupa Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) terus menggelinding.
Persoalan ini pun menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Akibatnya, situasi politik nasional sempat dibuat gaduh.
Seperti baru-baru ini aksi demonstrasi mahasiwa yang didukung elemen masyarakat menolak adanya UU KPK marak di penjuru tanah air. Selain itu, ada juga dari kelompok massa yang mendukung Revisi UU KPK dengan dalih agar lembaga anti rasuah tersebut diperkuat.
Presiden pun akhirnya merespon terhadap tuntutan masyarakat tersebut, kemudian memberikan sinyal akan pertimbangkan dikeluarkan Perppu.
“Namun demikian, rencana kebijakan Perppu menimbulkan perdebatan dalam istana dan termasuk partai politik koalisi setianya,” ujar direktur Direktur Center for Public Policy Studies (CPPS) Institut STIAMI Jakarta, Bambang Istianto kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Bambang berpendapat, Perppu menjadi agenda utama tuntutan sebagian besar masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil survei 76 persen mendukung dikeluarkannya Perppu guna membatalkan revisi UU KPK yang pada tanggal 17 Oktober sah menjadi UU KPK yang baru.
“Asumsi publik telah bulat bahwa UU KPK sebagai bentuk pelemahan dan memandulkan peran lembaga super bodi. Untuk itu upaya penyelamatannya satu satunya hanya dengan diterbitkannya Perppu. Karena alternatif lain seperti legeslatif review dan yudisial review dinilai kurang efektif,” jelas Bambang.