“Saya ingat betul, saya baca betul yaitu ‘agar pemerintah mempertimbangkan’ untuk membuat PP (Peraturan Pemerintah) tentang Penunjukan Pj. Kedua, mempertimbangkan dan memberi perhatian untuk membuat PP tentang Penunjukan Pj. yang sesuai dengan semangat demokrasi transparansi. Itu bahasanya,” kata Tito di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis.
MK telah mengeluarkan tiga putusan terkait dengan uji materi UU No 10 tahun 2016 tentang Pilkada yaitu Putusan MK Nomor 15/PUU-XX/2022, Putusan MK No 18/PUU-XX/2022, dan Putusan MK No 67/PUU-XX/2022.
“Adanya di pertimbangan, bukan di amar putusan karena yang digugat itu urusan masalah masa jabatan hasil Pilkada 2020 kurang dari 5 tahun, sedangkan UUD 1945 (berlaku) 5 tahun. Di pertimbangkan pun bahasanya bukan ‘mewajibkan’ atau ‘memerintahkan’. Kalau mempertimbangkan itu artinya diskresi dari pemerintah, boleh membuat, boleh juga tidak,” ungkap Tito, dikabarkan dari antara.
Artinya, menurut Tito, bila pemerintah beranggapan aturan mengenai penunjukan Pj. itu sudah ada yaitu di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan Pj. gubernur berasal dari pimpinan tinggi madya dan Pj. bupati/wali kota dari pimpinan tinggi pratama, maka pemerintah tidak perlu lagi membuat aturan turunan.
“Kedua, apa yang dimaksud petinggi madya dan pratama sudah ada di dalam UU ASN No 5 Tahun 2014 , kemudian ada lagi PP-nya mengenai berapa tahun dia harus (menjabat) yaitu 1 tahun dan memberikan laporan per 3 bulan sudah jelas,” tambah Tito.