SUMBAWA,Harnasnews.com – Surat pernyataan sikap pasangan calon (paslon) Nurslam ditujukan kepada Gubernur NTB, Dr. H. Zulkiflimansyah terkait dengan kegiatan bertajuk Roadshow Dan Dialog Masyarakat Pesisir yang dilakukan oleh Gubernur pada momen pilkada membuat publik penasaran. Pasalnya surat tersebut mencungkil posisi gubernur sebagai kepala daerah dalam melakukan kunjungan ke berbagai desa di kabupaten sumbawa.
Sungguh berkesan surat yang ditujukan oleh paket nur salam kepada gubernur NTB. Surat yang dibuat dan disampaikan pada tanggal pada tanggal 12 Oktober 2020 oleh ketua tim pemenangan Nursalam melalui salah satu media sosial online, whatsApp group Sumbawa Hebat Bermartabat dan di baca sekitar ratusan orang baik pejabat, tokoh sumbawa, akademisi, politisi, praktisi hingga pengusaha. Surat ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Pasalnya surat ini merupakan warning yang disampaikan oleh ketua tim paket yang mengusung Barema Jatu Samawa kepada penguasa nomor satu di tanah bumi gora itu.
Adapun sepenggal isi dari surat tersebut “kritikan lahir sebagai reaksi terhadap berbagai kegiatan Gubernur NTB di Kabupaten Sumbawa di masa kampanye Pilkada. Dalam berbagai kegiatan safari itu, Gubernur NTB tampak membagi bagi barang dan juga program di berbagai tempat yang dikunjungi. Tidak sampai di situ, kami juga memegang agenda safari Gubernur di wilayah Kabupaten Sumbawa hingga tanggal 30 November 2020 yang bertajuk Roadshow Dan Dialog Masyarakat Pesisir. Agenda Roadshow Gubernur NTB di Kabupaten Sumbawa ini dilakukan bersamaan dengan tahapan kampanye Pilkada dan tampak agenda roadshow tersebut akan berakhir bersama berakhirnya tahapan kampanye pilkada Sumbawa”.
Surat pernyataan tersebut senada dengan fenomena yang dilakukan oleh gubernur NTB yang diposting melalui status FB dengan nama akun Bang Zul Zulkeflimasyah pada tanggal 10 Oktober 2020 mengunjungi lokasi Lebangka food Estate Complex yang akan dimulai pada bulan oktober 2020. Tidak sampai di situ, akun FB dengan mengatas nama Bang Zul Zulkeflimasyah yang dimuat tanggal 26 Agustus 2020 mengungkapkan akan melakukan perbaikan jalan dari punik, ke pusuk terus ke tepal walaupun belum maksimal insya allah mulai bulan oktober 2020 sudah mulai di kerjakan dan di perbaiki.
Ungkapan oleh penguasa NTB itu melalui aku FB_nya tentu memuat kebijakan yang diwujudkan dalam bentuk kewenangan, program dan kegiatan. Kegiatan tersebut memuat indikasi adanya muatan politik di dalamnya karena disampaikan di saat tensi pilkada sumbawa lagi naik. Di sisi lain kapasitas beliau, mulai dari ketua Tim Pemenangan Pemilu Wilayah (TPPW) PKS NTB yang salah satunya bertanggungjawab untuk memenangkan seluruh Pilkada yang diusung oleh PKS di NTB, Sebagai fungsionaris PKS di mana PKS sendiri bertarung mengusung Calon di Pilkada Sumbawa, dan terakhir calon yang diusung oleh PKS dalam Pilkada Sumbawa adalah adek kandung Gubernur NTB.
Jika ini yang terjadi, tentu apa yang dilakukan oleh gubernur NTB itu, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Udang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan gubernur, Bupati, dan walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal 71 ayat 3 yang berbunyi “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih”.
Lalu bagaimana ketegasan Banwaslu provinsi maupun Panwas kabupaten dalam menengok problem ini. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 28 ayat satu huruf a dan point 5 yang menyatakan bahwa Tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah provinsi yang meliputi, salah satunya pelaksanaan Kampanye. Hal senada dengan tugas panwas tingkat kabupaten yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pasal Pasal 30 huruf a dan point 5 yang mengatakan Tugas dan wewenang Panwas Kabupaten/Kota yakni mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan yang meliputi salah satunya pelaksanaan kampanye.
Ini artinya bahwa banwaslu provinsi dan panwas kabupaten memiliki kewenangan dan kapasitas untuk mengontrol dan mengawasi terhadap kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon (paslon). Tidak hanya sebatas paslon, banwaslu dan panwas juga melakukan pengawasan terhadap pejabat publik, baik gubernur, bupati maupun wali kota menyangkut dengan menggunakan kewenangan, program maupun kegiatan yang menguntungkan salah satu kandidat lain.
Menyangkut dengan sikap orang nomor satu di NTB itu, melakukan roadshow dan dialog masyarakat pesisir di tengah maraknya kampanye pasangan calon untuk menarik simpati masyarakat melalui pembagian masker dan program di tempat-tempat yang beliau kunjungi, tentu tindakan ini berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan gubernur, Bupati, dan walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal 71 ayat 3.
Namun, fenomena ini tidak menjadi atensi bagi Bawaslu provinsi dan panwas kabupaten dalam menyikapi pilkada sumbawa. Terbukti belum ada upaya pemanggilan terhadap gubernur terkait dengan persoalan ini. Sehingga taring Banwaslu dan panwas masih melempem. Hal ini dibuktikan dengan informasi di beberapa media online, seperti suara NTB dengan judul Bawaslu NTB bantah stop kunjungan gubernur ke sumbawa yang dimuat pada tanggal 15 Oktober 2020. Begitupun radar sumbawa, yang rilis pada tanggal 13 oktober 2020 yang berisi panwas kabupaten masih mengumpulkan informasi dan hasil pengawasan para panwascam di lapangan. Ini artinya banwaslu provinsi dan panwaslu kabupaten belum menemukan tanda-tanda ada pelanggaran yang dilakukan oleh gubernur walaupun kunjungan gubernur sudah dilaksanakan selama empat hari sesuai jadwal agenda Roadshow Dan Dialog Masyarakat Pesisir.
Yang aneh panwas kabupaten memanggil calon bupati dari paket Nursalam, Nurdin Ranggabarani untuk diminta keterangan menyangkut dengan black campaign yang dilakukan di desa labangka 4 dengan mencercah belasan pertanyaan kepada bang nurdin (samawarea.com:2020) untuk meminta kejelasan terkait dengan kampanye yang dilakukan oleh beliau di desa transmigrasi itu. Namun berbagai pertanyaan itu dipatahkan oleh bang nurdin karena tidak ada unsur black campaign.
Pada hal jika mengutip pernyataan Fritz Edwar Siregar komisioner banwaslu RI, bahwa roh atau filosofis pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016, bahwa semua peserta memiliki kesamaan untuk menang sehingga tidak dibolehkan bagi kepala daerah yang mencalonkan diri atau tidak mencalonkan diri menggunakan kewenangan yang menguntungkan salah satu calon. Hal senada juga di sampaikan anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menilai perlu pemberian makna yang jelas dalam Pasal 71 khususnya ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016. Pemberian makna yang jelas yakni kegiatan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. Unsur menguntungkan diartikan berlaku bagi pasangan calon petahana yang terdiri dari gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota dalam menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan seperti misalnya pemberian bantuan sosial yang kini marak terjadi. Sedangkan unsur merugikan, akan berlaku bagi pasangan calon yang bukan merupakan kalangan petahana (banwaslu.com).
Ini artinya dengan berlandas pada pasal tersebut maka banwaslu dan panwas kabupaten minimal melakukan pemanggilan terhadap gubernur terkait dengan kebijakan yang telah ditelurkan dalam bentuk berbagai program yang dilakukan ditegah maraknya kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon untuk merebut takhta kekuasaan di tanah mampis rungan ini. Upaya ini tidak dilakukan oleh lembaga yang memiliki kapasitas pengawasan tersebut, guna meminta kejelasan keterangan terkait dengan tindakan beliau karena berpotensi menguntungkan salah satu kandidat.(Herman)