Mengenal Lebih Dekat “ Komisi Nasional Pendidikan” Provinsi Jawa Timur 

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektivitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.

Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah atau di daerah sampai daerah terpencil sana.

Sehingga para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Padahal lapangan pekerjaan terbatas. Masalah mendasar pendidikan di Indonesia adalah ketidakseimbangan antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif).

Belajar bukan hanya berpikir tapi melakukan berbagai macam kegiatan seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

  1. Mengupayakan pemberdayaan kehidupan masyarakat Indonesia.

Ada suatu keterkaitan yang sulit dipisahkan antara pemberdayaan dengan demokrasi. Pemberdayaan itu selalu diibaratkan dengan peribahasa “memberi kail bukan ikan”.

Tetapi untuk apa diberi kail bila sungai-sungai itu tidak memungkinkan untuk dipancingi karena dimiliki oleh kelompok tertentu? Untuk itu, upaya pemberdayaan masyarakat selain didukung penyediaan modal dan pasar, juga yang terpenting birokrasi yang memihak kepada rakyat bawah.

Meskipun demikian, upaya pemberdayaan tidaklah mudah. Kebijakan pemerintah daerah yang melarang kegiatan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dan para pemimpin organisasi masyarakat yang terlalu mudah untuk diadu domba oleh kelompok lain merupakan kendala utama pemberdayaan masyarakat.

Terdapat berbagai program yang dicanangkan pemerintah. Bahkan sejak pemerintahan Orde Baru, pemerintah meluncurkan berbagai program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh berbagai kementerian dan lembaga. Salah satu yang terkenal adalah Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat miskin melalui pengembangan sumberdaya manusia, modal, dan usaha produktif serta pengembangan kelembagaan.

Lingkup dari program IDT menyangkut kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di desa-desa tertinggal. Akselerasi kegiatan sosial ekonomi dilakukan melalui pengembangan sumberdaya ekonomi di pedesaan, suplai kebutuhan dasar, pelayanan jasa, dan penciptaan lingkungan pendukung bagi proses pengentasan kemiskinan.

Program IDT, selain memberikan dukungan dana 20 juta per desa tertinggal, juga memberikan dukungan dalam bentuk pelatihan, supervisi dan tenaga pendamping. Lebih dari itu, program IDT juga membantu mengembangkan infrastruktur seperti jalan, jembatan, air bersih dan kebutuhan lainnya sesuai dengan kondisi pedesaan.

Program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah : PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum, P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang dilaksanakan Departemen Pertanian, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain.

Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral.

Berbagai hasil penelitian yang mengkaji implementasi program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat tersebut, melaporkan berbagai keberhasilan dan juga ketidak-berhasilan program-program tersebut.

Atas dasar pengalaman para ahli bahwa dalam proses pembangunan pedesaan dan program pengentasan kemiskinan di negara-negara Asia dan Afrika, disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kegagalan program pengentasan kemiskinan adalah:

(1) Karena pendekatan ‘target’ dan ‘top-down’;

(2) Pengabaian nilai-nilai lokal dan bias ‘outsiders’;

(3) Kurangnya partisipasi;

(4) Pendekatan yang tidak holistik; dan

(5) Ilusi investasi.

Terdapat  4 (empat) dimensi dasar dalam sebuah aktifitas pemberdayaan suatu komunitas, yakni: (i) pemberdayaan personal melalui pembelajaran, pengetahuan, kepercayaan diri, dan skill; (ii) aksi positif yang terkait dengan kemiskinan, kesehatan, ras, gender, ketidakmampuan/cacat, serta aspek- aspek diskriminasi yang menentang struktur kekuasaan; (iii) organisasi komunitas yang menyangkut kualitas dan keefektifan kelompok komunitas serta hubungan masing-masing kelompok dan dengan pihak luar; (iv) partisipasi dan keterlibatan untuk menuju perubahan komunitas ke arah yang lebih baik.

Konsep pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah kritik terhadap konsep pembangunan yang dikatakan sebagai developmentalisme yang tidak kunjung menciptakan kesejahteraan, karena malah menjadi sebab tumbuhnya ketergantungan dan kesenjangan sosial, kemudian mulai tereduksi terhadap program-program dalam kehidupan masyarakat yang menekankan pada partisipasi yang benar-benar menjadikan manusia sebagai subyek bukan lagi obyek, sehingga setiap pribadi memiliki kesempatan untuk menentukan nasib dan juga kesejahteraannya masing-masing tentunya secara kolektif.

  1. Mengupayakan kepedulian segenap komponen bangsa untuk turut serta,  mencerdaskan dan memberdayakan kehidupan bangsa melalui peningkatan pendidikan yang berkualitas.

Proses pendidikan yang baik akan memberikan jaminan kualitas yang baik pula. Sedangkan dari segi produk, pendidikan dapat berkualitas jika memiliki beberapa ciri, yakni: 1) Peserta didik menunjukan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap materi-materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan.

Hal ini dapat dilihat pada nilai-nilai ujian (nilai raport) sebagai gambaran prestasi akademik. 2) Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan hidup peserta didik, sehingga dengan belajar bukan hanya “mengetahui sesuatu” (learning to know) tetapi juga “dapat melakukan sesuatu” (learning to do) yang fungsional untuk hidupnya. 3) Hasil pendidikan yang berupa keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan tuntutan lingkungan, khususnya dunia kerja. Dalam kaitan ini link and match merupakan salah satu aspek indikator kualitas pendidikan.

Dari paparan di atas terkandung maksud bahwa segenap komponen bangsa harus memiliki kepedulian dan turut berberan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

  1. Mengupayakan terciptanya fungsi pengawasan yang independent.

Berkaitan dengan independensi fungsi pengawasan, maka harus dibuat indikator-indikator yang jelas dan pasti untuk mewujudkan ciri atau karakteristik independensi auditor yang profesional dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal terhadap penyelenggaraan pemerintahan, termasuk juga masalah independensi yang harus dimiliki oleh pejabat pengawas atau auditor yang melakukan pekerjaan audit.

Setidaknya terdapat 3 Indikator untuk mewujudkan independensi fungsi pengawasan inspektorat dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

  • Independensi program kerja pengawasan; yakni bebas dari pihak-pihak yang dapat mempengaruhinya dalam penyusunan program kerja pengawasan dan prosedur audit.
  • Independensi pengujian audit: (a) bebas melakukan akses ke seluruh catatan, kekayaan, dan pegawai, yaitu relevan dengan penugasan auditnya; (b) Aktif bekerja sama dengan seluruh perangkat daerah selama pengujian audit berlangsung; (c) bebas dari keinginan pihak-pihak tertentu yang berusaha mengarahkan auditnya hanya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja dan melakukan pengujian serta menetapkan bukti yang dapat diterima; (d) bebas dari kepentingan individual pihak-pihak tertentu dalam penugasan auditnya dan pembatas pengujian audit.
  • Independensi pelaporan hasil pengawasan: (a) Bebas dari perasaan keharusan untuk memodifikasi pengaruh atau signifikansi dari fakta yang dilaporkan; (b) bebas dari tekanan untuk tidak memasukkan permasalahan yang signifikan ke dalam laporan audit; (c) bebas dari berbagai usaha yang dapat melanggar dari judgmentnya sebagai auditor profesional. 

Catatan Akhir

Ketika para pemerhati, peduli pendidikan lebih-lebih praktisi pendidikan, maka sudah sepantasnya kita mengapresiasi kehadiran Komnasdik Jawa Timur ini sebagai sebuah lembaga yang bertujuan membantu pemerintah dalam hal peningkatan kualitas pendidikan nasional; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta Kementerian Agama dalam peningkatan kualitas pendidikan; memberikan masukan kepada Pemerintah tentang kebijakan pendidikan; meningkatkan kualitas guru, dosen dan tenaga kependidikan; membangun bangsa yang cerdas, berdaya saing, kompetitif, berkepribadian, berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; serta memberikan advokasi kepada Insan Pendidikan dan Institusi Pendidikan.

Komnasdik Jawa Timur, teruslah kibarkan bendera kejayaanmu, kami masyarakat Jawa Timur yang rindu peningkatan kualitas pendidikan siswa, kualifikasi akademik guru maupun dosen, sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, kesejahteraan para gurunya. Kami akan selalu dan terus mendukung program kerjamu.  SAVE KOMNASDIK INDONESIA, SAVE KOMNASDIK JAWA TIMUR. (Adi Suparto/ Koordinator Komnasdik Pamekasan )

Leave A Reply

Your email address will not be published.