Minim Fasilitas, Para Supir Truk Keluhkan Tarif Tol Trans Jawa
JAKARTA,Harnasnews.com – Pembangunan jalan Tol Trans Jawa yang membentang dari Jakarta-Surabaya ternyata menimbulkan persoalan bagi para pengemudi jasa angkutan.
Selain perbedaan waktu jarak tempuh tidak begitu jauh dengan jalur biasa, tarif Tol Trans Jawa dinilai terlalu mahal.
Mukhtar (45) supir truk yang sering menggunakan jalur Pantura mengaku kaget dengan tarif Tol. Padahal, kata dia, pembangunan infrastruktur sedianya dapat mempersingkat waktu dan menghemat biaya.
‘Tapi nyatanya tidak demikian, perbedaannya antara jalur Pantura dengan jalan Tol tidak terlalu lama. Parahnya, tarif Tol sangat mahal. Kalau seperti kita ini hanya mengandalkan sisa uang jalan, dan tiap hari naik Tol, ya uang cuma habis di jalan,” ungkap Mukhtar Supir truk logistik Jakarta-Surabaya, kepada garudanews.id, Minggu (17/2).
Untuk itu, dirinya meminta kepada pemerintah agar mengevaluasi kembali tarif Tol. Selain mahal, fasilitas di jalan Tol tersebut masih kurang memadai.
“Seperti kurangnya rest area dan minimnya penerangan jalan. Seharusnya dievaluasi dulu efektivitasnya. Jadi masyarakat bener-bener merasakan manfaat infrastruktur, bukan malah sebaliknya masyarakat hanya dijadikan objek mengejar target bisnis,” pungkas warga Semarang ini.
Terkait dengan persoalan tersebut, Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemy Francis menilai, masifnya proyek infrastruktur merupakan upaya pencitraan yang tidak tepat sasaran. Infrastruktur menjadi senjata ampuh bagi petahana untuk menjaga margin elektabilitas dan upaya mendulang suara.
Dia menjelaskan, di balik proyek infrastruktur ini tersimpan banyak sekali persoalan. Mulai dari perencanaan yang terkesan asal-asalan, hingga masalah kalkulasi yang merugi dan jauh dari keuntungan. Alhasil, pembangunan justru melahirkan persoalan.
“Salah satu contohnya adalah pembangunan jalan tol Trans Jawa. Untuk rute Jakarta-Surabaya misalnya, truk yang melintas harus mengeluarkan biaya hingga lebih dari Rp 1,3 juta. Tak heran bila pengemudi truk tetap memilih jalur Pantura ketimbang jalan tol Trans Jawa,” kata Fary di Jakarta, Minggu (17/2).
“Keuntungan mereka menipis. Keberadaan tol Trans Jawa yang seharusnya memangkas pengeluaran, justru malah melahirkan beban,” tambahnya.
Menyikapi persoalan ini, kata Fary, Komisi V DPR RI telah merekomendasikan beberapa hal. Di antaranya, meminta pemerintah untuk mengkaji ulang tarif jalan tol Trans Jawa, serta meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) agar tarif yang dicanangkan terjangkau oleh pengguna jalan tol.
Tak hanya itu, Fary juga mengkritik proyek LRT Palembang yang biaya operasionalnya mencapai Rp 10 miliar per bulan, tetapi pendapatannya jauh lebih rendah, yakni hanya 1,1 miliar per bulan.
Belum juga termasuk pembahasan mendalam soal membengkaknya beban utang negara karena pembangunan yang terkesan sia-sia. Wajar bila banyak pihak menyoroti kebijakan pemerintah ini.
“Bahkan, lembaga sekelas Bank Dunia pun turut melontarkan kritik tajam terkait pembangunan infrastukrur di era Jokowi,” katanya.
Pada kesempatan itu, politsi Partai Gerindra ini juga mengatakan, bahwa dari 20 program yang tertuang di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, tidak mampu dipenuhi oleh Jokowi secara menyeluruh.
Tercatat, hanya sembilan program yang tercapai, delapan program dapat tercapai dengan syarat kerja keras, sedangkan tiga program lainnya kemungkinan besar tidak tercapai.
“Jadi, untuk apa kita punya tol yang megah dan mahal bila rakyat masih kesulitan mendapat akses air bersih dan masih dihantui dengan persoalan pemukiman kumuh dan sanitasi,” terangnya.
“Percuma juga kita membangun moda transportasi modern semacam LRT, bila rakyat masih banyak yang tak memiliki tempat tinggal yang layak. Pada pemerintahan mendatang, paradigma pemimpin dalam membangun bangsa harus diubah,” ujarnya. (Rel)