JAKARTA, Harnasnews – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan uji formil yang diajukan oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar harus dikaji dengan paradigma hukum progresif.
“Permohonan ini harus banyak menggunakan paradigma, menggunakan pendekatan yang tidak semata-mata formalistik-legalistik, tapi menggunakan paradigma hukum progresif,” kata Arief saat memberi nasihat kepada para pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Lantai 4, Gedung I MK, Jakarta, Selasa.
Arief menuturkan paradigma hukum progresif tersebut dikembangkan oleh Prof. Satjipto Rahardjo.
Aksioma dalam paradigma hukum progresif itu, kata Arief, adalah manusia bukan untuk hukum, tetapi hukum untuk manusia.
“Aksioma yang mengatakan ‘Hukum itu tidak semata-mata untuk hukum itu sendiri. Manusia bukan untuk hukum, tapi hukum untuk manusia’, supaya bagaimana peri kehidupan yang demokratis, peri kehidupan negara hukum itu bisa mencapai keadilan yang sangat substantif,” imbuh Arief.
Ia menilai pendekatan tersebut cocok digunakan pada uji formil yang diajukan oleh Denny dan Zainal. Sebab dalam permohonannya, para pemohon merasa adanya ketidakadilan yang bersifat konstitusional dari keanehan dan keganjilan dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Adapun Denny dan Zainal mengajukan permohonan uji formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sebagaimana dimaknai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Menurut Arief, permohonan uji formil yang diajukan oleh Denny dan Zainal mengajak mahkamah keluar dari pendekatan yang bersifat formalistik-legalistik.