“Amar putusan. Mengadili: Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan yang dipantau secara daring dari Jakarta, Rabu.
Adapun pemohon dalam perkara ini adalah mantan Ketua KPU Kabupaten Dogiyai, Papua Osea Petege. Ia mengajukan permohonan uji materi norma Pasal 23 ayat (1), 28 ayat (1), 31 ayat (1), 32 ayat (1), 33 ayat (1), 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) UU Pemilu.
Menurut pemohon, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (1) menyebabkan rendahnya kualitas, integritas, dan kompetensi atau kapabilitas penyelenggara pemilu karena hanya menitikberatkan pada hal-hal administratif.
Sementara itu, Pasal 31 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) dinilai tidak mengakomodir konsep otonomi dan desentralisasi bagi daerah. Pemohon menilai proses penentuan, pemilihan, dan penetapan anggota KPU kabupaten/kota masih menggunakan konsep sentralitas.
Dalam pokok permohonannya, Osea Petege menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Namun, mahkamah berkesimpulan pokok permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
“Norma Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 37 ayat (4), dan Pasal 39 ayat (3) UU 7/2017 tidaklah menimbulkan persoalan konstitusionalitas,” kata hakim MK Suhartoyo.