Orangtua Murid Keluhkan Adanya Pungli di SMKN 4 Bogor

BOGOR, Harnasnews – Karena maraknya iuran dan kutipan di SMK Negeri 4 Kota Bogor, membuat sejumlah orang tua wali murid protes terkait banyaknya pungutan liar (pungli) yang dibebankan pihak sekolah kepada anak-anak mereka.

Adapun aneka iuran yang dibebankan pihak sekolah tersebut, meliputi biaya asuransi sekolah senilai Rp 50 ribu per siswa, biaya kunjungan kerja industri Rp 2,4 juta dan biaya bangunan mesjid sekolah yang dibebankan kepada siswa baru senilai Rp 200 ribu.

“Tentu dong pak, kami selaku wali murid protes soal iuran dan kutipan ini, karena buat kami sangat memberatkan sekali. Apalagi kondisi ekonomi kita saat ini sedang terpuruk pasca Covid-19,” keluh salah satu orang tua siswa yang tidak mau disebutkan identitasnya kepada media ini, Rabu (25/10/23).

Tak hanya itu, ia pun mengeluh terkait tingginya biaya kunjungan kerja industri yang dibanderol pihak sekolah sebesar Rp 2,4 juta. Padahal di sekolahan lain biaya tersebut maksimalnya Rp 1,5 juta.

“Dengan demikian tidak berlebihan pak, kalau kami berasumsi bahwa pihak sekolah telah menjadikan orang tua siswa sebagai mesin ATM nya,” sesalnya.

Tak lupa, ia pun menyoroti kutipan biaya pembangunan mesjid sebesar Rp 200 ribu yang sejak lima tahun lalu penggalangan dana sudah dilakukan oleh sekolah tersebut. Namun ironisnya, kata dia, hingga kini kutipan masih saja berjalan bagaikan jarum jam yang tak pernah berhenti berputar.

“Masa iya sih pak kutipan sudah dilakukan sejak lima tahun lalu. Tapi bangunan mesjid sampai hari ini juga tidak kunjung tuntas,” keluhnya.

Terkait hal itu, Humas SMK Negeri 4 Kota Bogor, Arief Rudiana saat di konfirmasi perihal tersebut membenarkan, bahwa biaya asuransi siswa sebesar Rp.50 ribu tersebut benar adanya. Begitupun dengan biaya kunjungan kerja industri sebesar Rp2,4 juta.

Namun Arif berkilah, biaya sebesar itu sesuai dengan fasilitas yang disediakan oleh pihak travel.

“Soal harga disesuaikan dengan fasilitas. Bisa saja harga kami turunkan, bahkan ada dari salah satu pihak travel yang menawarkan harga jauh dibawah Rp1,5 juta. Tapi setelah kami kroscek ternyata fasilitas bus wisatanya jauh dibawah standar,” terangnya.

Sementara saat disinggung terkait pembangunan mesjid yang tak pernah kunjung tuntas, ia berkilah antara teori dan praktek itu tidak selamanya sinkron. Jadi menurutnya suatu kewajaran bila hari ini bangunan masjid belum selesai.

“Teorinya kan begini, jumlah murid dikali dengan besaran iuran, maka hasilnya sekian. Padahal dalam prakteknya tidak semua iuran itu masuk 100 persen. Apalagi dua tahun kebelakang kita dilanda Covid-19. Artinya, pada masa itu boleh dibilang iuran pembangunan mesjid hampir tidak ada yang masuk,” kilahnya.

Terkait hal itu, pemerhati kebijakan publik Anas Hutahuruk menyayangkan perilaku oknum sekolah di Kota Bogor yang masih saja menjadikan wali murid sebagai mesin ATM sekolah dengan beragam modus iuran dan kutipan. Padahal kata dia, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 dan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang inti dari kedua regulasi tersebut jelas-jelas melarang pihak sekolah maupun komite sekolah melakukan pungutan kepada orang tua siswa dalam bentuk apapun.

“Kesimpulannya, apabila masih ada oknum sekolah masih saja membebani orang tua siswa dengan beragam aneka iuran dan kutipan sudah sepantasnya Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan untuk melakukan upaya tindakan hukum,” tandasnya.

(Ded)

Leave A Reply

Your email address will not be published.