JAKARTA,Harnasnews.com – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengaku heran ada warga Morotai di perbatasan Philipina yang menanyakan nasib Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Pekan lalu, Anies Baswedan dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya terkait adanya kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.
“Saya heran, ada warga Morotai di perbatasan Philipina sana menanyakan nasib Anies Baswedan, bukan menanyakan gubernur setempat. Kata merek, kasihan itu pak Anies, orang baik. Gara-gara Anies dipanggil polisi, pemerintah turut melambungkan nama Anies ke seluruh penjuru daerah,” ujar Margarito, di Jakarta, Rabu (25/11).
Dia mengaku telah mendorong Menkopolhukkam untuk menghentikan pemeriksaan kepada Anies Baswedan karena tidak sesuai kaidah hukum. Dalam kesempatan ini, sejumlah pakar mendiskusikan terbitnya instruksi Mendagri no 6 tahun 2020. Diskusi ini digelar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Jakarta Raya.
“Saya sudah bicara ke Menkopolhukam agar mengeluarkan instruksi kepada Kapolri untuk menghentikan pemeriksaan kepada Anies. Karena surat itu bersifat undangan klarifikasi, tapi isinya penyelidikan atas dugaan tindak pidana UU Kekarantinaan Wilayah,” katanya.
Di tempat yang sama, Pakar kebijakan publik Universitas Nasional, Chazali Situmorang mengatakan, selama pandemi Covid-19, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan dua regulasi untuk kepala daerah. Yaitu, permendagri No 20 tahun 2020 tentang percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan pemda tanggal 14 maret. Dan instruksi mendagri nomor 6 Tahun 2020 tentang penegakan prokes untuk pengendalian dan penyebaran Covid-19 tanggal 18 November 2020.
“Dalam permendagri 20/2020 tidak ada ancaman pemberhentian mengacu UU No 23/2014(pasal 67 c dan 78) padahal isinya syarat dengan pengaturan pengelolaan uang APBD untuk Covid-19. Tapi dalam instruksi mendagri No 6/2020 ini ada ancaman pemberhentian,” katanya.